OPINI | Sor Pring: Birokrasi yang Tetap Berjalan, OTT yang Tak Perlu Dibikin Tegang
Catatan Pinggiran Sor Pring, 14 November 2025 – Jumat Kliwon
Sebagus dan serapi apa pun susunan narasi, ia tak lebih dari deretan huruf yang kehilangan makna apabila tidak dibarengi praktik nyata yang lahir dari kompetensi. Birokrasi tidak bisa dirawat hanya dengan retorika. Ia hidup dari kerja, keilmuan, dan tanggung jawab yang berpijak pada kompetensi—bukan rasa suka atau tidak suka.
Karena pada akhirnya, pelayanan kebutuhan dasar masyarakat tidak mengenal jeda. Ia harus tetap berjalan, apa pun yang terjadi di panggung politik.
Peristiwa penggeledahan, OTT, atau gonjang-ganjing penangkapan pejabat adalah bagian dari dinamika reformasi yang sudah berjalan seperempat abad. Fenomena itu bukan barang baru, bukan pula tanda kiamat birokrasi. Sistem pemerintahan tidak pernah berdiri secara parsial, tidak pula ambruk hanya karena satu pejabat tersandung kasus. Bahkan dalam negara-negara federal yang sistemnya lebih kompleks, pelayanan publik tetap bergerak normal meski guncangan politik datang bergelombang.
Di banyak negara lain, presiden sekalipun pernah ditangkap. Ferdinand Marcos—yang dalam bayangan banyak orang begitu kuat—pernah digulung lembaga antirasuah Filipina. Dan apa yang terjadi kemudian? Negara tetap eksis, pelayanan publik tak berhenti, kehidupan masyarakat tetap berputar.
Karena negara modern berdiri di atas sistem, bukan pada figur.
Maka menjadi lucu ketika ada yang menganggap penegakan hukum di Ponorogo sebagai peristiwa maha dahsyat yang seolah mengguncang gunung politik lokal. Yang gentar bukan sistemnya, tetapi pikiran dan perasaan yang masih gagap membaca realitas politik dan hukum.
OTT, penggeledahan, penyitaan dokumen—itu bagian dari siklus pengawasan. Rutin. Normal. Dan justru menjadi indikator bahwa mekanisme kontrol bekerja, bukan mati.
Yang harus dipastikan justru satu hal: pelayanan kepada masyarakat tidak terganggu sedikit pun. Sekolah tetap mengajar, puskesmas tetap membuka pintu, jalan tetap dirawat, administrasi tetap berjalan. Negara hadir bukan melalui gemuruh politik, tetapi melalui kehadiran pelayanan yang tidak berhenti melayani.
Pada akhirnya, yang dibutuhkan Ponorogo hari ini bukan kepanikan, bukan pula narasi yang sengaja dibikin dramatis. Yang dibutuhkan adalah ketenangan, kejernihan akal, dan kedewasaan publik untuk membedakan antara peristiwa politik dan kelangsungan birokrasi.
Karena gunung politik bisa meletus kapan saja. Tetapi negara, sistem, dan pelayanan publik harus tetap berdiri tegak.
Dan di situlah esensi dari birokrasi yang sehat.
—
Sor Pring, penulis adalah Siswanto, SH advokat/Pengacara
![]() |
