Kasus Stiker Penunggak Utang, BRI Diduga Langgar SOP

Wahyu Dhita Putranto, SH, MH
Penasehat Hukum 

PONOROGO, SINYALPONOROGO
Dugaan pelanggaran SOP dalam proses penagihan kredit menyeret Bank BRI Unit Pasar Pon ke ranah hukum. Samsuri (56), warga Kelurahan Patihan Wetan, Kecamatan Babadan, Ponorogo, melaporkan pihak BRI ke Polres Ponorogo setelah namanya tercemar akibat pemasangan stiker penunggak utang di rumahnya, padahal ia mengaku tidak memiliki pinjaman di bank tersebut. 

Peristiwa ini terjadi pada Jumat malam, 31 Januari 2025, ketika stiker bertuliskan peringatan pembayaran utang tiba-tiba tertempel di dinding rumah Samsuri. 

Lewat kuasa hukumnya, warga Ponorogo mengirim somasi kepada  BRI

Kejadian ini mengejutkan dirinya dan keluarganya, terlebih banyak tetangga yang kemudian mempertanyakan kebenaran informasi tersebut. 

Merasa malu dan nama baiknya tercemar, Samsuri akhirnya mengambil langkah hukum dengan melaporkan kejadian ini ke polisi pada 1 Februari 2025. 

Pihak kepolisian langsung melakukan identifikasi di lokasi. Namun, ketika awak media mencoba mengonfirmasi kepada Kepala Unit BRI Pasar Pon pada Senin, 3 Februari 2025, pihak bank enggan memberikan tanggapan. 

Sikap serupa juga ditunjukkan Kepala BRI Cabang Ponorogo, yang saat itu beralasan sedang mengikuti rapat daring dan meminta media datang di lain waktu.

Kuasa hukum Samsuri, Wahyu Dhita Putranto, SH, MH, menegaskan bahwa tindakan pemasangan stiker tanpa verifikasi yang jelas merupakan bentuk kelalaian dan berpotensi melanggar hukum. 

"Klien kami tidak pernah menerima pemberitahuan atau penagihan sebelumnya. Nasabah yang dimaksud bukan penghuni rumah tersebut, tapi tetap saja stiker dipasang. Ini jelas tindakan yang ceroboh dan mencemarkan nama baik," ujar Wahyu.

Menurut Wahyu, kliennya mengalami tekanan sosial yang berat akibat tuduhan sepihak ini. 

"Kami sudah melaporkan kasus ini ke Polres Ponorogo dengan dugaan pelanggaran Pasal 167 KUHP, 310 KUHP, dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik dan fitnah," tegasnya. 

Pihaknya juga telah menyiapkan langkah hukum lanjutan, termasuk mengirimkan somasi ke BRI pusat serta Kementerian BUMN.

Setelah sempat menolak memberikan klarifikasi, akhirnya pada Rabu, 5 Februari 2025, Pemimpin BRI Cabang Ponorogo, Agus Adi Hermanto, angkat bicara. 

Dalam pernyataannya, BRI menyebut bahwa penagihan telah dilakukan sesuai dengan alamat yang tercantum di KTP debitur, dan pihaknya telah berupaya melakukan mediasi dengan nasabah. 

BRI juga menegaskan bahwa mereka menjunjung tinggi prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam operasional bisnisnya.

Namun, kuasa hukum Samsuri menilai pernyataan tersebut tidak menyelesaikan inti permasalahan. 

"BRI tetap harus bertanggung jawab atas kesalahan ini. Banyak korban lain yang juga mengadu kepada kami karena mengalami kejadian serupa," tambah Wahyu. 

Kasus ini pun menuai perhatian luas. Di berbagai media sosial, isu ini telah mendapat lebih dari satu juta interaksi, menunjukkan tingginya respons publik terhadap tindakan perbankan yang dinilai sewenang-wenang. 

Kini, semua mata tertuju pada langkah kepolisian dalam menangani laporan ini serta tanggapan lebih lanjut dari pihak BRI.

Akankah ada penyelesaian yang adil bagi Samsuri? Ataukah kasus ini akan membuka skandal penagihan bermasalah yang lebih besar di tubuh BRI? Waktu yang akan menjawab.(Nang).

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama

🌐 Dibaca :