Buceng Porak Membanjir, Larungan Telaga Ngebel Grebeg Suro 2025 Makin Semarak, Pesan Lestari Alam Menggema

Larungan di Telaga Ngebel menandai Penutupan Grebeg Suro menjadi daya magnet tersendiri 

PONOROGO, SINYALPONOROGO
 
– Telaga Ngebel kembali menjadi panggung tradisi dan daya magnet wisata yang memukau. Jumat (27/6/2025), ritual Larungan dalam rangka Grebeg Suro 2025 memancarkan nuansa meriah. Gunungan buceng porak dan tumpeng agung menghiasi tepian telaga, membuat ribuan warga dan wisatawan berjubel menyaksikan warisan budaya yang tetap terjaga dari zaman ke zaman.

Tak tanggung-tanggung, hampir 30 gunungan buceng porak dan tumpeng agung turut diarak, jumlah yang lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya. Gunungan yang menjulang nyaris dua meter itu dipenuhi sayur mayur, buah, hasil bumi, hingga aneka lauk. Aroma harum sesaji berbaur dengan semilir angin telaga yang tenang.

Gunungan sedekah bumi akan dilarung di Telaga ngebel Ponorogo 

“Ini menjadi magnet luar biasa. Tradisi yang ada di Ngebel kita kemas menjadi event menarik sehingga selalu mengalami peningkatan kunjungan wisatawan,” kata Judha Slamet Sarwo Edi, Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Ponorogo, Sabtu (28/6/2025).

Larungan bukan sekadar ritual sedekah bumi. Prosesi sakral itu diawali doa bersama dan pertunjukan Reog Ponorogo yang menggetarkan. Sesaji terbesar, tumpeng agung berbahan beras merah, dilarung ke tengah telaga. Perahu yang membawa sesaji melaju pelan, dikemudikan langsung oleh Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, didampingi para tokoh adat.

Namun tahun ini, prosesi keliling telaga dengan tumpeng agung sedikit terpotong karena bertepatan dengan hari Jumat. “Karena hari ini Jumat, pelaksanaan keliling telaga membawa tumpeng agung dipercepat sebelum waktu salat Jumat,” ujar Reh Kartipraja RAT Hartono Dwijo Abdinagoro.

Hartono mengungkapkan, keunikan Larungan 2025 terletak pada antusiasme masyarakat dan komunitas lokal yang kian besar. Buceng porak yang dibawa warga dan berbagai lembaga mencerminkan semangat kebersamaan. 

“Partisipasi lebih banyak. Buceng porak tahun ini lebih banyak dibandingkan tahun lalu. Ini bukti bahwa masyarakat makin merasa memiliki tradisi ini,” tuturnya.

Di balik gegap gempita Larungan, tersirat pesan mendalam: pelestarian alam. Telaga Ngebel bukan hanya panggung budaya, tetapi juga aset lingkungan dan sumber ekonomi daerah. 

Hartono menegaskan pentingnya menjaga kelestarian telaga agar tetap menjadi sumber kehidupan sekaligus penopang pariwisata Ponorogo.

“Larungan ini wujud rasa syukur warga kepada Tuhan dan alam yang memberikan berbagai kenikmatan. Harapannya, karena Ngebel ini termasuk telaga alami di Ponorogo, penanganannya juga makin mantap, demi peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang lebih baik,” kata Hartono.

Ribuan pengunjung pun larut dalam kemeriahan. Usai prosesi larung, warga berdesak berebut hasil bumi dari gunungan. Suasana riuh penuh tawa menutup ritual sakral dengan rasa kebersamaan yang kental.

Grebeg Suro, dengan Larungan di Telaga Ngebel sebagai salah satu puncaknya, menjadi bukti bahwa Ponorogo bukan hanya kaya tradisi, tetapi juga kaya potensi pariwisata yang sarat makna. Tradisi kuno tak sekadar lestari, tetapi juga menjadi denyut ekonomi dan ekologi daerah.

Penulis : Nanang

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama
SINYAL PONOROGO

🌐 Dibaca :