Megah, gedung RSUD dr Harjono Ponorogo
PONOROGO, SINYALPONOROGO – Sorotan tajam datang dari sekelompok pemuda yang menamakan diri Pemuda Peduli Ponorogo pada Senin, 23 Juni 2025. Mereka menyuarakan keresahan soal pelayanan RSUD dr. Harjono yang dinilai belum optimal.
Kritik itu tak hanya soal antrian panjang, tapi juga dugaan permainan pengadaan alat kesehatan dan kepemimpinan rumah sakit yang dianggap perlu dievaluasi.
Namun, bagi dr. Yunus Mahatma, SP, PD, Direktur RSUD dr. Harjono Ponorogo, kritik adalah bagian penting dari perjalanan perubahan.
Ia tak lari dari sorotan, bahkan dengan tenang menjawab satu per satu tudingan dan membuka data yang selama ini mungkin luput dari perhatian publik.
BOR Naik Dua Kali Lipat, Pendapatan Sentuh Rp164 Miliar
Ketika pertama kali dipercaya Bupati Ponorogo menjabat sebagai direktur pada tahun 2022, tingkat hunian tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR) RSUD hanya berada di angka 30 persen.
Dua tahun berselang, angkanya melesat ke 60 persen. “Itu bukan sulap. Kami kerja siang malam, benahi pelayanan, bangun fasilitas, dan pastikan rumah sakit ini layak jadi rujukan,” ujar dr. Yunus.
Peningkatan signifikan juga terlihat dari sisi pendapatan. Jika di 2022 RSUD hanya mencatat Rp90 miliar, maka di 2024 melonjak menjadi Rp164 miliar.
“Itu setara 50 persen dari PAD Kabupaten Ponorogo. Capaian ini tidak mungkin dilakukan oleh orang yang tidak serius, apalagi jika saya seperti yang dituduhkan,” ucapnya dengan nada menahan emosi.
Antrian Membludak, Solusi Diantar Obat ke Rumah
Di sisi lain, dr. Yunus tak menutup mata atas keluhan yang dilontarkan para mahasiswa. Ia mengakui, antrian pasien di poli memang kian padat. Dulu hanya 200-300 pasien per hari, kini bisa mencapai 700-1.000 orang dari pagi hingga sore. “Saya tidak menolak kenyataan ini. Tapi ini juga pertanda kepercayaan masyarakat yang terus tumbuh.”
![]() |
dr. Yunus Mahatma, SP, PD bersama Wahyu Dhita Putranto, SH, MH |
Sebagai solusi, manajemen menerapkan sistem obat antar ke rumah secara gratis. “Pasien cukup diperiksa, lalu dipersilakan pulang. Obat kami kirim. Ini bagian dari efisiensi dan kenyamanan,” jelasnya.
Selain itu, dibangun pula Unit Gawat Darurat (UGD) terbesar se-Jawa Timur untuk skala kabupaten. Sistemnya one stop service — pasien masuk dan seluruh penanganan bisa dilakukan di sana, dari awal hingga rujukan.
“Kalau antrian panjang, saya sering ikut turun ke lapangan. Ini bukan soal jabatan, tapi pelayanan,” tambahnya.
Buka Diri, Tegaskan Komitmen Moral
Soal tudingan pribadi yang menyeret reputasinya, Yunus bersikap terbuka. Ia menyadari bahwa sebagai pejabat publik, dirinya tak lepas dari sorotan, termasuk isu moral.
Namun, ia menegaskan bahwa segala pencapaian itu tidak akan mungkin dilakukan oleh orang yang lalai terhadap etika dan tanggung jawab.
“Tidak ada manusia yang sempurna 100 persen. Tapi tolong nilai kami dari kerja dan hasilnya. Orang yang malas, arogan, atau mabuk-mabukan tidak akan bisa menaikkan pendapatan RSUD sampai Rp164 miliar dan BOR ke 60 persen,” tegasnya.
Pengalaman panjangnya di Aceh, Magetan, dan kini Ponorogo membentuk karakter manajerial yang kuat.
“Soal alkes saya selalu minta yang termurah, agar tidak berurusan dengan hukum. Pelayanan kami juga terbuka. Silakan cek ke pasien, atau ke keluarga mereka,” ucapnya sambil mempersilakan media untuk menyelidiki lebih jauh.
Ia mengajak media, masyarakat, dan semua pihak untuk bersama membenahi pelayanan kesehatan, bukan saling menjatuhkan dengan tuduhan tak berdasar.
“Saya justru terbuka menerima kritik. Bantu kami mencari solusi, jangan hanya mencari kesalahan,” tandasnya.
Moral, Data, dan Reputasi
RSUD dr. Harjono hari ini bukan rumah sakit yang sama seperti dua tahun lalu. Terlepas dari kritik dan riuh rendah media sosial, fakta-fakta menunjukkan perubahan yang signifikan — dari angka BOR, lonjakan pendapatan, hingga fasilitas yang terus dibangun.
Di tengah terpaan fitnah dan tuntutan moral, dr. Yunus Mahatma berdiri dengan cara yang berbeda: menjawab dengan data dan membuka ruang diskusi.
Karena membangun layanan publik bukan hanya soal bangunan dan alat, tapi juga soal keberanian untuk dikritik dan kemauan untuk terus berubah.(Nang/SP/Red).
Posting Komentar