Metik Padi di Glinggang: Tradisi Syukur Panen yang Terus Bertumbuh
Tradisi metik padi di desa Glinggang Sampung sebagai perwujudan ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT
PONOROGO, SINYALPONOROGO – Suasana Desa Glinggang, Kecamatan Sampung, Ponorogo, tampak semarak pada musim panen tahun ini. Warga berbondong-bondong membawa tumpeng berisi ingkung ayam kampung. Mereka duduk melingkar, berdoa, lalu menyantap hidangan bersama dalam sebuah ritual syukur yang disebut metik padi.
Tradisi ini bukan hal baru. Sudah sembilan kali digelar secara rutin sejak dikemas dalam bentuk festival pada 2017, tradisi metik padi terus berkembang menjadi penanda kuatnya ikatan masyarakat dengan warisan leluhur.
![]() |
Kenduri bersama petani desa Glinggang Sampung dalam tradisi metik padi |
Bagi warga Glinggang, metik padi bukan sekadar pesta makan, melainkan doa bersama agar panen senantiasa melimpah, terhindar dari hama, dan desa tetap dalam keberkahan.
“Ini bentuk ungkapan rasa syukur warga atas panen yang melimpah kepada Allah SWT. Warga membawa tumpeng berisi ingkung lalu kenduri dan makan bersama,” ujar Kepala Desa Glinggang, Mbah Gunung, saat ditemui di sela acara, Kamis (21/8/2025).
Dari Ritual Sawah ke Festival Desa
Riyanto, Ketua Komisi D DPRD Ponorogo yang juga mantan Kepala Desa Glinggang, menuturkan bahwa tradisi ini sejatinya sudah ada sejak masa nenek moyang. Namun baru ketika ia menjabat sebagai kepala desa, ritual sederhana itu dikemas menjadi festival budaya.
“Glinggang ini tidak punya gunung tinggi atau sungai indah untuk jadi daya tarik. Maka yang bisa kita angkat adalah budaya. Dari situlah metik padi kami jadikan festival yang rutin tiap tahun,” ungkap Riyanto.
Ia berharap generasi muda desa bisa terus berinovasi agar tradisi ini tidak sekadar bertahan, tetapi juga tumbuh menjadi identitas kultural Glinggang yang dikenal luas.
“Kalau dikembangkan, festival metik padi bisa jadi magnet budaya Ponorogo, sekaligus pengingat bahwa rasa syukur kepada Tuhan harus diwujudkan dalam kebersamaan,” tambahnya.
Apresiasi Pemerintah dan Harapan ke Depan
Kepala Disbudparpora Ponorogo, Judha, yang hadir mewakili Bupati Ponorogo, menyebut tradisi metik padi sebagai warisan agung.
“Budaya seperti ini harus terus dijaga. Bukan hanya ritual syukur, tetapi juga modal sosial untuk memperkuat kebersamaan masyarakat,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Camat Sampung, Jaka Wardaya. Ia berharap tradisi semacam ini bisa ditiru oleh desa-desa lain di Ponorogo.
“Syukur panen jangan hanya diucapkan, tapi diwujudkan dalam sedekah bumi, kenduri, dan doa bersama. Itu sekaligus cara merawat harmoni antara manusia, alam, dan Sang Pencipta,” ujarnya.
Acara metik padi di Glinggang semakin hidup dengan dukungan karang taruna desa. Kaum muda tidak hanya membantu teknis acara, tetapi juga memastikan nilai-nilai tradisi tersampaikan kepada generasi berikutnya.
Di tengah modernisasi yang sering mengikis kearifan lokal, Glinggang memilih jalan berbeda: menjaga warisan budaya dengan rasa syukur dan kebersamaan.
Tradisi metik padi pun tidak hanya menjadi pesta panen, melainkan cermin keteguhan masyarakat dalam nguri-nguri budaya sekaligus doa agar bumi tetap memberi kehidupan.
Penulis : Nanang