Tiga Roh Jawa Menari di Paris: Kolaborasi Seniman Ponorogo dalam Proyek “Wangsit”
![]() |
Bapang, Jatilan, dan Ganong — Tiga roh seni dari bumi Reog — menjelma dalam tubuh seniman lintas negara. |
Adalah Wisnu HP, seniman asal Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, yang membawa napas budaya itu jauh melintasi benua. Bersama dua seniman lain, David Haefflinger dari Prancis dan Kadek Puspasari dari Bali, Wisnu tampil dalam kolaborasi lintas budaya bertajuk “Wangsit”, sebuah proyek seni jangka panjang yang menyatukan warisan leluhur Jawa dengan semangat kontemporer dunia.
“Di sini, kami tidak sekadar menampilkan tari, tetapi menghadirkan roh budaya yang hidup,” tutur Wisnu kepada Sinyal Ponorogo dari Paris. “Lewat Wangsit, kami ingin menunjukkan bahwa tradisi tidak membelenggu masa lalu, tetapi membuka jalan menuju masa depan.”ungkapnya Kamis, 16/10/2025.
Menjembatani Dunia Melalui Gerak dan Cahaya
Pemotretan yang berlangsung di jembatan ikonik itu menjadi simbol kuat: penghubung antara Timur dan Barat, antara adat dan modernitas, antara roh dan tubuh. Dalam bingkai lensa David Haefflinger, ketiga seniman itu tidak sekadar berpose, melainkan berdialog—dengan sejarah, dengan seni, dan dengan dunia yang semakin cair.
Wangsit, menurut David, berakar pada living tradition Jawa, namun dikemas dalam bentuk yang bisa dipahami mata global. “Kami tidak ingin mengarsipkan budaya Jawa, kami ingin menghidupkannya kembali dalam konteks baru,” ujar David dalam pernyataannya.
Kolaborasi ini tak berhenti pada pemotretan. Proyek Wangsit juga mencakup riset artistik, pertunjukan performatif, serta produksi film dan fotografi yang mengangkat nilai-nilai budaya tak benda Indonesia — khususnya warisan spiritual dan simbolik dari Jawa.
Reog Menyapa Dunia
Bagi Wisnu HP, keterlibatan dalam proyek ini bukan sekadar pencapaian pribadi, tetapi juga bentuk tanggung jawab terhadap tanah kelahirannya, Ponorogo — bumi Reog yang telah melahirkan banyak simbol dan legenda.
“Ketika saya mengenakan topeng Bapang atau menari dengan spirit Ganong, saya sedang membawa Ponorogo berbicara pada dunia,” ungkapnya lirih.
Momen di Paris itu menjadi pertemuan antara masa lalu dan masa depan. Antara kisah leluhur dan ekspresi modern. Antara Reog yang sakral dan seni yang universal.
Dialog Antar Dunia
“Wangsit” bukan hanya proyek seni, tetapi juga percakapan lintas dunia. Ia mengajak publik global untuk memahami bahwa kebudayaan Jawa — dan Indonesia pada umumnya — tidak berhenti pada tradisi, tetapi terus bergerak, menafsir, dan menembus batas ruang serta waktu.
“Di Paris, kami sedang membangun jembatan tempat roh, seni, dan leluhur bertemu,” ujar Wisnu. “Dan jembatan itu kini tidak hanya ada di Pont Alexandre III, tetapi juga di hati siapa pun yang percaya bahwa budaya adalah bahasa bersama umat manusia.”
Penulis : Nanang
Foto : David Haefflinger