KPK Tahan Bupati Ponorogo, Sekda, dan Direktur RSDH: Uang Jabatan dan Proyek Jadi Mata Rantai Korupsi
![]() |
| Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Sekda Agus Pramono, Direktur RSDH Yunus Mahatma dan Sucipto resmi ditetapkan tersangka |
PONOROGO, SINYALPONOROGO — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi dan suap proyek di lingkungan Rumah Sakit Daerah Harjono (RSDH) Ponorogo, sekaligus dugaan suap perpanjangan masa jabatan direktur rumah sakit pelat merah tersebut.
Mereka yang dijerat adalah Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Sekretaris Daerah Agus Pramono, Direktur RSDH Ponorogo Yunus Mahatma, serta Sucipto, kontraktor proyek senilai Rp14 miliar di lingkungan rumah sakit itu. Keempatnya resmi ditahan untuk 20 hari ke depan, terhitung sejak 8 hingga 28 November 2025.
Dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (9/11/2025), Asep Guntur Rahayu, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari permintaan uang oleh Bupati Sugiri kepada Direktur RSDH sebesar Rp1,5 miliar sebagai syarat perpanjangan jabatan. Dari operasi tangkap tangan yang dilakukan di Pringgitan, KPK mengamankan barang bukti uang tunai Rp500 juta.
“Sekda Agus Pramono juga turut menerima bagian senilai Rp300 juta dari total permintaan uang itu,” ujar Asep.
Sementara Sucipto, kontraktor pelaksana proyek di RSDH Ponorogo, diduga memberikan fee sebesar 10 persen dari nilai proyek Rp14 miliar kepada Yunus Mahatma. Uang itu, menurut KPK, digunakan direktur rumah sakit untuk memenuhi permintaan dari Bupati dan Sekda.
“Praktik ini satu mata rantai. Direktur dimintai oleh Bupati, lalu ia mencari sumber dana dari proyek-proyek yang ada. Akibatnya, pelayanan masyarakat terganggu karena orientasi bergeser ke pemenuhan setoran,” tegas Asep.
Skenario Lama, Pola Baru
Kasus ini, kata Asep, bukan hanya soal uang, tapi soal pola. Pola bagaimana kekuasaan digunakan untuk memperpanjang jabatan dan mengamankan loyalitas birokrasi. Dalam penyelidikan awal, KPK memeriksa 13 orang saksi, dan 7 di antaranya sempat dibawa ke Jakarta untuk pendalaman. Empat ditetapkan tersangka, sementara peran lainnya masih terus diselidiki.
Nama-nama seperti Eli Widodo—adik kandung Bupati Ponorogo—serta Koko Prio Utomo dan Arif, Kepala Bidang Mutasi BKPSDM, disebut-sebut turut dimintai keterangan.
“Peran mereka masih didalami. Jika ditemukan bukti keterlibatan, statusnya akan ditingkatkan ke tahap penyidikan,” jelas Asep.
KPK juga membuka kemungkinan penyelidikan melebar ke dinas-dinas lain di lingkungan Pemkab Ponorogo.
“Praktik seperti di RSDH ini bisa jadi bukan yang pertama. Kami akan dalami di instansi lain, termasuk dinas yang memiliki proyek besar,” tambahnya.
Monumen Reog Juga Disorot
Dalam sesi tanya jawab, wartawan menyinggung laporan masyarakat tentang proyek Monumen Reog dan Museum Peradaban (MRMP) di Sampung, Ponorogo, yang juga disebut memiliki potensi penyimpangan. Asep memastikan laporan tersebut tidak diabaikan.
“Kasus itu juga akan kami telaah. Namun, fokus kami saat ini adalah OTT dan suap jabatan di RSDH. Semua laporan yang masuk akan kami proses bertahap,” katanya.
Sekda Tertua di Jawa Timur
KPK juga menyoroti lamanya masa jabatan Sekda Ponorogo, Agus Pramono, yang telah menjabat selama 13 tahun tanpa rotasi berarti. “Kami masih menelusuri apakah pola yang sama juga terjadi pada posisi strategis lain,” ujar Asep.
Penetapan tersangka terhadap Sekda Agus, lanjutnya, menjadi bukti bahwa praktik gratifikasi tidak hanya berhenti di level kepala daerah, tapi juga mengakar hingga jantung birokrasi daerah.
Ponorogo di Persimpangan Jalan
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi Kabupaten Ponorogo yang selama ini dikenal religius dan berbudaya. Kepercayaan publik tengah diuji, terlebih karena korupsi yang terjadi menyentuh sektor kesehatan—pelayanan yang mestinya paling dekat dengan kepentingan rakyat.
Namun di sisi lain, langkah KPK ini juga menjadi titik terang baru bagi penegakan integritas pemerintahan daerah.(Nang/Red/SP).

