Warga Miskin Baosan Lor Mengaku Dipotong BLT DBHCHT hingga Rp300 Ribu, Kades Berjanji Beri Sanksi Tegas
![]() |
| Gambar hanya ilustrasi penerimaan bantuan BLT DBHCHT 2025 |
PONOROGO, SINYALPONOROGO – Dugaan praktik pemotongan Bantuan Langsung Tunai Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (BLT DBHCHT) kembali mencuat di Ponorogo. Kali ini terjadi di Desa Baosan Lor, Kecamatan Ngrayun. Sejumlah keluarga penerima manfaat (KPM) mengaku dimintai potongan oleh oknum ketua RT dengan nominal yang tak wajar, mulai Rp70 ribu hingga Rp300 ribu per orang.
Penyaluran BLT DBHCHT tahun 2025 tersebut dilakukan pada Sabtu, 29 November 2025 di Balai Desa Baosan Lor. Masing-masing KPM menerima bantuan tunai sebesar Rp900 ribu. Namun, sebelum uang itu benar-benar dinikmati warga, sebagian di antara mereka justru dimintai potongan oleh oknum RT.
Sipar, warga Jajar RT 03 RW 03 Galih—wilayah persiapan dari Desa Baosan Lor—menjadi salah satu korban yang paling terpukul. Petani miskin yang hidup sebatang kara itu menerima BLT DBHCHT tahun 2025 senilai Rp900 ribu. Namun, setibanya di rumah, ia justru dimintai potongan oleh RT setempat.
“Mula-mula saya diminta Rp70 ribu seperti warga lain, tapi karena saya tidak segera memberi, lalu diminta Rp300 ribu. Ya akhirnya saya kasih. Saya sendirian, takut kalau nanti malah ada masalah,” ujar Sipar lirih, Minggu (30/11/2025).
Keluhan serupa juga datang dari KPM lainnya. Hampir semua warga penerima BLT mengaku dimintai potongan dengan jumlah berbeda. Warga menyebut praktik serupa telah berlangsung lama, namun baru kali ini berani bersuara karena dinilai sudah semakin keterlaluan.
“Selama ini orang-orang hanya diam karena takut. Tapi kalau terus dibiarkan, kami tetap akan jadi korban,” kata salah satu warga yang enggan disebut namanya.
Kades Kaget dan Janji Bertindak
Kepala Desa Baosan Lor, Parlan, mengaku terkejut saat dikonfirmasi terkait dugaan pungutan ini. Ia menegaskan tidak pernah menginstruksikan adanya pemotongan BLT dalam bentuk apa pun.
“Saya sangat kaget dan kecewa. Itu tidak dibenarkan. Malam ini juga saya langsung koordinasi dengan pihak yang diduga melakukan pemotongan,” ujar Parlan kepada Sinyal Ponorogo.
Parlan menegaskan siap memberikan sanksi kepada oknum RT apabila terbukti melakukan tindakan yang merugikan warga miskin tersebut. Ia juga memastikan bahwa seluruh uang yang dipotong harus dikembalikan utuh kepada penerima manfaat.
“Kalau terbukti, kami wajibkan pengembalian. Tidak boleh ada pungutan, apalagi BLT untuk warga tidak mampu,” tegasnya.
Harapan Warga: Ada Tindakan Nyata
Warga berharap kasus ini menjadi yang terakhir. Mereka ingin bantuan sosial yang seharusnya menjadi jaring pengaman ekonomi tidak lagi dijadikan bancakan oleh aparat tingkat bawah.
“Kami ingin RT yang bersangkutan mendapat tindakan. Jangan sampai kejadian ini terus berulang,” kata salah satu warga.
Praktik pungutan liar pada bantuan sosial memang kerap terjadi di wilayah perdesaan, terutama ketika ada relasi kuasa yang timpang antara perangkat dan masyarakat. Kasus di Baosan Lor membuka kembali catatan penting: perlindungan terhadap warga miskin bukan hanya soal menyalurkan bantuan, tetapi juga memastikan tidak ada penyelewengan di tingkat paling dekat dengan mereka.
Penulis : Nanang
