Penampilan Jo Klitik dan Jo Klutuk bersama Mbah Lurah Kupuk Bungkal dalam puncak Grebeg Selo dengan pagelaran Wayang Kulit
PONOROGO, SINYALPONOROGO – Malam puncak Grebeg Selo di Desa Kupuk, Kecamatan Bungkal, Kabupaten Ponorogo, Minggu (25/5/2025), berubah menjadi panggung tawa, refleksi, dan kehangatan. Duet ikonik Jo Klitik dan Jo Klutuk kembali hadir dengan gaya kocaknya yang khas, menyulut gelak tawa warga tanpa henti di lapangan desa.
Namun di balik banyolan mereka, terselip pesan mendalam tentang pelayanan publik yang menyentuh akar kesadaran bersama.
Acara yang juga menampilkan dalang kondang Ki Purbo Sasongko dengan lakon Wahyu Purbo Sejati itu seolah menjadi oase bagi warga desa yang sehari-hari berkutat dengan rutinitas; dari membajak sawah, berdagang, hingga bekerja di kantor.
Lelah itu seakan terbayar lunas malam itu — tawa meledak, senyum mengembang, dan suasana penuh keakraban.
Namun yang membuat pementasan ini lebih dari sekadar hiburan adalah cara Jo Klitik dan Jo Klutuk menyisipkan kritik sosial dengan cara halus namun mengena.
Lewat analogi tubuh manusia, mereka menggambarkan bagaimana idealnya pelayanan desa berjalan — saling melengkapi, tidak egois, dan bekerja sebagai satu sistem.
"Iso nyawang tapi ora iso njupuk. Iso njupuk tapi ora iso mangan. Iso mangan tapi ora iso ngrasakne, ISO ngrasakne ora ISO wareg. Iso wareg tapi ora iso metu. Iso metu tapi ora iso nyawang maneh," ujar keduanya secara bergantian yang langsung disambut tawa dan tepuk tangan penonton.
Analoginya jelas: mata bisa melihat, tapi tak bisa mengambil — tanganlah yang mengambil. Tapi tangan juga tak bisa makan, itu tugas mulut. Mulut pun tak bisa merasakan dan hanya lidah dan lidah bisa merasakan tapi tidak bisa kenyang, karena kenyang urusan perut. Dan saat perut kenyang, ia tetap butuh bantuan bagian lain — silit — untuk mengeluarkannya. Semuanya saling terhubung, saling bekerja, dan tak bisa berdiri sendiri.
Pesan tersebut menyasar langsung pada esensi pelayanan pemerintah desa. Kepala desa, perangkat, hingga RT/RW harus bersinergi. Tidak boleh ada yang merasa paling penting, sebab setiap peran punya fungsi dan batasnya masing-masing.
"Gambaran pelayanan prima bukan sekadar cepat dan tepat, tapi juga soal kerjasama dan keikhlasan. Seperti tubuh kita, jika satu bagian sakit, yang lain ikut merasakan," demikian salah satu sindiran halus Jo Klutuk yang disambut gelak warga namun juga meninggalkan renungan.
Warga pun mengapresiasi pementasan tersebut bukan hanya sebagai hiburan semata, tetapi sebagai bentuk pendidikan sosial yang menyentuh.
Di tengah gaya hidup serba cepat dan kadang individualistik, pesan yang dikemas dengan guyonan ini menjadi pengingat bahwa kehidupan bersama membutuhkan empati dan gotong royong.
Kepala Desa Kupuk, dalam sambutannya, berharap semangat malam itu dapat menjadi energi baru bagi seluruh perangkat desa dan warganya untuk terus memperkuat pelayanan kepada masyarakat.
"Pelayanan yang baik itu seperti tubuh yang sehat — semua organ bekerja harmonis. Semoga malam ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk terus memperbaiki diri," katanya.
Malam Grebeg Selo Desa Kupuk pun menjadi bukti bahwa tradisi, seni, dan humor bisa menjadi jalan yang efektif untuk menyampaikan nilai-nilai luhur.
Di tangan Jo Klitik dan Jo Klutuk, tawa menjadi jembatan menuju kesadaran kolektif — bahwa desa yang kuat dimulai dari pelayanan yang ikhlas dan kerja sama yang jujur.
Penulis : Nanang
Posting Komentar