Kirab Hening, Pusaka Sakti, dan Api Kehidupan: Bedol Pusaka Grebeg Suro 2025 Jadi Cermin Spirit Ponorogo

Kang Bupati Sugiri untuk menyerahkan pusaka yang akan di bedol

PONOROGO, SINYALPONOROGO
 
– Tengah malam menyelimuti Pringgitan, rumah dinas Bupati Ponorogo, saat ribuan orang berdiri khidmat menyaksikan langkah awal kirab pusaka. Tepat pada pukul 00.00 WIB, Rabu (25/6/2025), bunyi langkah kaki para bergodo pasukan pembawa pusaka menggema tanpa diiringi suara. 

Hening, tanpa cahaya, tanpa alas kaki. Inilah Bedol Pusaka, prosesi sakral dalam rangkaian Grebeg Suro menyambut 1 Muharam 1447 Hijriah, tahun baru dalam kalender Islam.

“Yang kami kirab bukan sekadar benda pusaka, melainkan spirit kebersamaan, gotong royong, dan kesadaran kolektif akan nilai luhur masyarakat Ponorogo,” tutur Bupati Sugiri Sancoko, atau akrab disapa Kang Giri, usai melepas kirab di Pringgitan.

Dalam prosesi tahun ini, lima pusaka sakral diarak dari pusat pemerintahan menuju Makam Batoro Katong, pendiri Kabupaten Ponorogo. Mereka adalah Payung Songsong Kiai Tunggul Wulung, Tombak Kiai Tunggul Nogo, Angkin Cinde Puspito, Tombak Kiai Bromo Geni, dan satu pusaka baru, Kiai Pamong Angon Geni.

Pemimpin dan Api: Filosofi dalam Sebilah Pusaka

Di antara deretan pusaka, Kiai Pamong Angon Geni menjadi sorotan. Diciptakan oleh para empu lokal, pusaka ini menyimpan filosofi mendalam tentang kepemimpinan.

“Pemimpin itu harus bisa menggembalakan api. Jika berhasil, ia memberi kehangatan, semangat, dan daya hidup. Tapi jika salah kelola, bisa melahirkan malapetaka,” ujar Kang Giri dengan mata tajam penuh makna.

Simbolisasi ini mencerminkan nilai-nilai kepemimpinan yang tidak hanya kuat, tapi juga bijaksana — sebuah pesan yang terasa relevan di tengah tantangan zaman.

Pusaka Sesungguhnya: Tiga Kalimat Pemersatu

Kang Giri menekankan bahwa makna sejati dari kirab ini bukan pada benda pusaka semata, melainkan pada sikap masyarakat. “Pusaka yang paling ampuh di Ponorogo adalah bagaimana kita saling memahami, saling menyadari, dan bergotong royong. Itulah kenapa saya selalu ingatkan tiga kalimat: bergandeng erat, bergerak cepat, menuju Ponorogo hebat.”

Kebudayaan Hidup, Wisata Spiritual yang Mendunia

Kirab Bedol Pusaka bukan hanya ritual budaya, tapi juga atraksi spiritual yang kini mulai dikenal dunia. Gaguk Hermanto, salah satu panitia kirab, menyebut partisipasi masyarakat meluas hingga wisatawan dari Lampung, Kalimantan, bahkan Prancis.

“Mereka tak sekadar menonton. Mereka ikut hanyut dalam khidmatnya suasana, bahkan ada yang ikut berjalan kaki dalam prosesi,” ujar Gaguk.

Tradisi ini juga membawa napas sejarah: kirab merepresentasikan perpindahan pusat pemerintahan Ponorogo dari wilayah timur ke kawasan pusat saat ini — sebuah jejak masa lalu yang tetap hidup dalam budaya kontemporer.

Hening, Jamasan, dan Pulang ke Rakyat

Kirab dilanjutkan dengan prosesi penjamasan — pembersihan pusaka — oleh juru kunci makam di lokasi tujuan. Pada hari berikutnya, pusaka kembali dikirab pulang dengan jumlah peserta dan penonton yang jauh lebih banyak. 

Masyarakat tumpah ruah, menyatu dalam satu semangat: bahwa pusaka milik bersama, dan nilainya hanya hidup jika kembali ke rakyat.

Bedol Pusaka bukan sekadar pertunjukan budaya. Ia adalah napas panjang peradaban lokal. Di saat banyak tradisi berguguran diterpa zaman, Ponorogo tetap berdiri dengan pusaka hidupnya: api kehidupan yang digembalakan dengan kebijaksanaan.

Penulis : Nanang

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama
SINYAL PONOROGO

🌐 Dibaca :