🔵 NEWS

Warga Kadipaten Tuntut Pemerataan Akses Lahan Aset Daerah, BPPKAD: Status Masih Kosong

Petani sedang memanen Padi di sawah (gambar hanya ilustrasi)

PONOROGO, SINYALPONOROGO 
– Ketegangan sempat terjadi di Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Babadan, Ponorogo. Warga penggarap lama dan calon penggarap baru bersitegang memperebutkan lahan aset daerah seluas 11 hektare. Akar persoalan bermula dari rasa ketidakadilan: selama puluhan tahun lahan tersebut hanya dikuasai segelintir orang, bahkan diwariskan turun-temurun, sementara warga lain hanya bisa menonton tanpa kesempatan menggarap.

Saiful Huda, pengurus Paguyuban Buruh Tani Kecamatan Babadan dan Kota, mengaku menerima banyak keluhan dari petani yang tak pernah mendapat kesempatan menggarap lahan tersebut. Pihaknya lalu mengajukan proposal resmi kepada Bupati Ponorogo agar ada pemerataan akses. Proposal itu mendapat disposisi ke Bidang Aset BPPKAD Kabupaten Ponorogo.

“Harapan kami sederhana, ada pemerataan. Warga Kadipaten lain juga berhak merasakan manfaat aset daerah. Jangan hanya dikuasai orang-orang yang itu-itu saja,” tegas Saiful, Kamis (4/9/2025). Ia menambahkan, jika polemik tak kunjung selesai, pihaknya siap menggelar aksi di kantor bupati.

Situasi memanas ketika BPPKAD mengeluarkan surat pemutusan kontrak kepada penggarap lama. Langkah itu ditentang keras karena sebagian penggarap lama merasa tidak pernah mendapat sosialisasi.

Kepala Bidang Aset BPPKAD Kabupaten Ponorogo, Lanjar Joko Kurniawan, S.Sos., MM, menegaskan kontrak lahan di Kadipaten memang berakhir pada Juli 2025. Sejak itu, status lahan dianggap kosong. 

“Kontrak sudah habis, dan sampai sekarang belum ada pembayaran dari penggarap lama. Jadi posisi lahan masih netral. Kontrak baru bisa dibuat setelah ada pembayaran,” jelasnya.

Meski begitu, Lanjar memastikan pihaknya tak serta-merta melepas seluruh aset kepada pihak baru. Ia menekankan pentingnya komunikasi agar ada solusi adil. 

“Kami sudah koordinasi dengan kelurahan. Informasinya, ada rencana pembagian agar semua dapat porsi. Prinsipnya, sepanjang membayar sewa setiap tahun, kontrak bisa diperpanjang. Tidak ada regulasi yang membatasi berapa lama seseorang boleh menyewa,” ungkapnya.

Bagi sebagian warga, lahan aset daerah bukan sekadar tanah garapan, melainkan simbol keadilan sosial. Polemik Kadipaten memperlihatkan persoalan klasik di tingkat desa: antara hak penggarap lama yang sudah puluhan tahun bercocok tanam dan aspirasi warga lain yang ingin merasakan kesempatan yang sama.

Kini, publik menunggu apakah pemerintah daerah mampu menghadirkan jalan tengah yang menjamin keadilan sekaligus menjaga harmoni sosial di Kadipaten Babadan.

Penulis : Nanang

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar