BREAKING NEWS

Gerakan Sarung Belum Menyentuh Akar Rumput, Bupati Sugiri Dorong Kesadaran Kolektif Masyarakat Ponorogo

Kang Bupati Sugiri Sancoko (foto ist.)

PONOROGO, SINYALPONOROGO
– Seruan Bupati Ponorogo H. Sugiri Sancoko agar masyarakat memakai sarung selama momentum Hari Santri 2025 mulai menggema di kalangan ASN dan instansi pemerintah. Namun, semangat “bersarung” sebagai identitas santri itu belum sepenuhnya menjadi gerakan kolektif masyarakat.

Padahal, ajakan itu bukan sekadar simbol kultural, melainkan panggilan moral untuk menegaskan jati diri Ponorogo sebagai kota santri. Dari tanah ini, ratusan pondok pesantren tumbuh menjadi pusat ilmu, budaya, dan spiritualitas yang melahirkan banyak tokoh agama dan pejuang bangsa.

Bupati Sugiri menilai, gerakan memakai sarung merupakan bentuk sederhana namun bermakna dalam membangun kesadaran bersama. 

“Sarung itu bukan sekadar kain. Ia simbol kesederhanaan, kesantunan, dan kebanggaan sebagai santri. Kalau ASN sudah memulai, ke depan masyarakat juga perlu ikut,” ujarnya di sela rangkaian Santrivaganza 2025, Minggu (19/10/2025).

Ia berharap, bila tahun ini kesadaran masyarakat masih terbatas, maka tahun depan bisa lebih masif dengan gerakan yang terstruktur. Misalnya, melalui festival, lomba, atau kegiatan kultural yang mengajak warga “sarungan bersama” di ruang publik.

“Bayangkan kalau semua warga Ponorogo serempak bersarung pada Hari Santri. Itu bukan hanya pemandangan indah, tapi juga bentuk penghormatan terhadap akar sejarah dan nilai-nilai pesantren yang menghidupi daerah ini,” ujar Kang Giri.

Pengamat sosial Ponorogo menilai, gagasan itu penting karena sarung adalah jembatan antara budaya dan spiritualitas santri. Ketika dipakai secara massal, ia bukan hanya mengingatkan pada tradisi, tapi juga menghidupkan ekonomi lokal — mulai dari perajin kain, pedagang, hingga UMKM yang menjual perlengkapan santri.

Kesadaran “bersarung” di Hari Santri juga dapat menjadi momentum untuk memperkuat citra Ponorogo sebagai pusat peradaban santri. Dari bumi Reog, pesan moral itu kembali digaungkan:
bahwa menjadi santri bukan sekadar soal identitas, tapi tentang bagaimana nilai-nilai kesederhanaan, keikhlasan, dan gotong royong terus dirawat — bahkan lewat selembar kain sarung.

Penulis : Nanang 

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar