Warga Ponorogo Gugat Telkom Rp1,5 Miliar, Kabel Melintas di Atas Rumah Tanpa Izin Selama 9 Tahun
![]() |
| Kantor Telkom Ponorogo |
PONOROGO, SINYALPONOROGO – Seorang warga Kelurahan Purbosuman, Ponorogo, bernama YSI (37) resmi mengajukan gugatan perdata terhadap PT Telkom Indonesia (Kantor Ponorogo). Gugatan dengan nomor perkara 29/Pdt.G/2025/PN Png itu terdaftar di Pengadilan Negeri Ponorogo pada 14 Agustus 2025, dengan nilai tuntutan mencapai Rp1,5 miliar.
Yanis mengklaim, kabel milik Telkom telah melintas di atas tanah dan rumahnya sejak 2016 tanpa izin maupun kompensasi.
“Ruang udara itu bagian dari hak pemilik tanah. Sembilan tahun saya dirugikan karena hak saya dilanggar tanpa dasar hukum,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Ia mengaku sudah dua kali meminta Telkom memindahkan kabel dan tiang tersebut, yakni pada Desember 2023 dan Juli 2025. Namun, permintaan pertama batal karena tiang baru yang disiapkan justru dipakai pihak lain. Pemindahan akhirnya benar-benar dilakukan pada 7 Agustus 2025, hanya beberapa hari setelah gugatan diajukan.
Dasar Gugatan: Pelanggaran Asas Telekomunikasi dan Hak Ruang Udara
Dalam gugatannya, YSI menuding Telkom melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan melanggar sejumlah ketentuan, di antaranya:
- Pasal 11 ayat (1) dan (2) UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi, yang menegaskan penyelenggara telekomunikasi wajib memperhatikan hak pihak ketiga.
- Pasal 4 ayat (2) UUPA, bahwa hak atas tanah mencakup pula ruang udara di atasnya.
- PP No. 52/2000 Pasal 28 ayat (2) yang mewajibkan penyelenggara telekomunikasi memberi kompensasi jika menimbulkan kerugian pihak lain.
Ia juga merujuk putusan Mahkamah Agung No. 1318 K/Pdt/2017, yang menegaskan bahwa penggunaan ruang udara tanpa izin pemilik tanah termasuk PMH dan menimbulkan kewajiban ganti rugi.
Dari gugatan tersebut, kerugian materiil yang dituntut YSI mencapai Rp410 juta, sementara kerugian immateriil ditaksir Rp1,09 miliar.
Telkom Tutup Diri, Wartawan Dilarang Meliput
Saat dikonfirmasi pada Rabu (12/11/2025), pihak Telkom Ponorogo di Jalan Sultan Agung menolak memberikan keterangan. Petugas keamanan, Agung Prasetyo, menyatakan bahwa perkara tersebut ditangani oleh Telkom Surabaya, dan wartawan tidak diperkenankan menemui manajer Telkom Ponorogo.
“Saya hanya menjalankan perintah pimpinan, mas. Jadi kalau soal gugatan itu, yang menangani Telkom Surabaya,” ujarnya.
Ironisnya, awak media yang hendak mengambil gambar di halaman kantor pun dilarang secara sepihak oleh petugas keamanan. Sikap tertutup itu menimbulkan keprihatinan, mengingat konfirmasi adalah bagian dari prinsip keberimbangan berita dan bentuk penghormatan terhadap hak publik atas informasi.
Kasus ini berpotensi menjadi preseden hukum penting di Ponorogo terkait hak ruang udara dan penggunaan infrastruktur telekomunikasi di atas lahan pribadi tanpa izin. Lebih dari sekadar gugatan perdata, perkara ini menyinggung tanggung jawab sosial korporasi dan etika pelayanan publik oleh perusahaan pelat merah.
Jika terbukti benar, kasus ini bisa membuka babak baru tentang bagaimana masyarakat kecil berani menuntut keadilan atas pelanggaran yang selama ini dianggap sepele—bahkan di ruang udara yang selama ini tak banyak dipersoalkan.
Penulis : Nanang
