BREAKING NEWS

NasDem di Luar Kekuasaan: Ancaman Baru bagi Koalisi atau Peluang Emas 2029?

Sunarto
Mahasiswa Magister Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Diponegoro Semarang.

Keputusan Partai NasDem tetap berada di luar pemerintahan Prabowo–Gibran adalah salah satu manuver politik paling berani setelah Pemilu 2024. Ketika hampir seluruh kekuatan politik memilih berebut kursi di Koalisi Indonesia Maju—mulai dari Gerindra, Golkar, PAN, hingga Demokrat—NasDem berdiri sendiri, memikul risiko besar namun sekaligus membuka peluang strategis. 

Langkah ini bukan sekadar kalkulasi elektoral, tetapi juga cerminan strategi panjang Sang Ketua Umum Surya Paloh (SP), seorang aktor politik yang dikenal jarang mengambil langkah tanpa desain jangka jauh.

Fakta bahwa NasDem mengusung Anies–Muhaimin dalam Pilpres 2024, pasangan yang akhirnya kalah dari Prabowo–Gibran, tidak membuat posisi mereka runtuh. Justru setelah pemilu, NasDem bergerak dengan tenang, penuh perhitungan, dan tanpa gegabah merapat ke lingkaran kekuasaan. 

SP tampak sengaja membangun garis diferensiasi yang kontras: ketika mayoritas partai berlomba-lomba menjadi bagian dari koalisi besar, NasDem memilih menjadi partai alternatif, sebuah posisi yang semakin langka di tengah politik transaksional.

Keberanian berdiri di luar koalisi pemenang menghadirkan konsekuensi ganda. Di satu sisi, NasDem kehilangan akses langsung pada kekuasaan eksekutif. Tetapi di sisi lain, mereka justru mendapatkan ruang yang lebih luas untuk membentuk identitas politik yang otonom, bebas dari tekanan harmonisasi koalisi. 

Dalam situasi politik seperti sekarang, identitas yang jelas—bahkan identitas “di luar kekuasaan”—lebih mudah memikat simpati publik yang mulai jenuh dengan pragmatisme politik.

Langkah NasDem menjadi semakin signifikan ketika melihat dinamika internal koalisi Prabowo–Gibran. Ketika anggota koalisi merebut posisi strategis, koalisi gemuk ini berpotensi menghadapi friksi kepentingan yang rumit. Kasus gesekan internal Gerindra setelah masuknya figur seperti Budi Arie menjadi alarm bahwa stabilitas koalisi super mayoritas tidak sekuat yang dibayangkan. 

Dalam struktur kekuasaan yang semakin padat, setiap tarikan kepentingan akan memperbesar risiko retakan. Pada titik inilah posisi NasDem yang berada di luar justru memberi mereka ruang aman—dan ruang mengamati.

SP tampaknya memahami hukum dasar politik koalisi besar: semakin banyak aktor, semakin besar biaya komprominya. NasDem tidak perlu menghabiskan energi mengelola ketegangan internal koalisi, tetapi dapat memusatkan perhatian pada pembangunan narasi publik. 

Ketika pemerintah menjalankan program-program besar—mulai dari subsidi pangan, stabilisasi harga, hingga proyek strategis nasional—NasDem dapat mengambil peran sebagai “korektor independen”. Bukan oposisi frontal, tetapi oposisi substantif yang berbasis data dan evaluasi. Ruang inilah yang hilang dalam sistem koalisi gemuk yang cenderung menutup pintu kritik internal.

Keuntungan lainnya adalah kesempatan NasDem memperkuat akar sosial politik. Pemilih muda, civil society, akademisi, dan kelompok yang kritis terhadap konsentrasi kekuasaan cenderung memandang partai di luar pemerintahan sebagai aktor yang lebih otentik. SP sepertinya membaca gelombang ini. 

Ia bukan sekadar mempertahankan NasDem di luar kekuasaan, tetapi juga mendorong pembentukan citra bahwa NasDem adalah rumah politik bagi mereka yang menginginkan perubahan yang rasional dan beretika. 

Jika partai-partai lain sibuk dengan pembagian jabatan, NasDem dapat fokus memperluas jejaring kader muda, memperkuat mesin partai, dan membentuk komunitas gagasan. Ini modal penting menuju 2029.

Meski demikian, NasDem tetap menghadapi risiko berat. Tanpa akses eksekutif, pengaruhnya terhadap kebijakan nasional akan berkurang. Mereka harus bekerja ekstra keras di parlemen untuk memastikan kritiknya tidak hanya menjadi wacana, tetapi memengaruhi arah kebijakan. SP juga harus menjaga disiplin internal agar tidak terjadi fragmentasi kader. 

Sejarah politik Indonesia menunjukkan bahwa partai di luar kekuasaan sering menjadi incaran tarik-menarik politik dari pihak-pihak yang ingin memperlemah atau menguasai partai tersebut. Jika tidak waspada, NasDem bisa menjadi sasaran pembelahan yang sistematis menjelang 2027–2028.

Namun SP bukan tokoh politik yang mudah dikejutkan oleh tekanan semacam ini. Strateginya hampir selalu bermain dalam rentang jangka panjang. Ia tampaknya siap menunggu momentum terbaik—biasanya muncul ketika koalisi besar mulai rapuh dan publik mencari kanal politik baru. 

Bila tekanan ekonomi global meningkat, bila janji kampanye tidak terpenuhi, bila ketegangan internal kabinet menjadi tak terelakkan, NasDem dapat tampil sebagai garda korektif yang selama ini hilang dalam lanskap politik nasional.

Momentum 2027–2028 menjadi kunci. Pada masa itu, publik biasanya mulai mengevaluasi kinerja pemerintah. Jika NasDem mampu hadir sebagai partai dengan solusi, bukan sekadar kritik; dengan narasi, bukan sekadar serangan; maka mereka dapat menjadi magnet politik baru menuju Pemilu 2029. 

SP memahami bahwa politik bukan hanya soal berada di dalam kekuasaan, tetapi tentang mampu menafsirkan arah zaman. Dan zaman sekarang membutuhkan suara alternatif.

Karena itu, pertanyaannya bukan lagi apakah NasDem menjadi ancaman bagi koalisi. Pertanyaannya adalah apakah koalisi siap menghadapi partai yang memilih tidak bergantung pada jabatan, tetapi bergantung pada konsistensi narasi dan keberanian politik. NasDem mungkin bukan pemenang dalam 2024, tetapi mereka bisa menjadi penentu kontestasi 2029—jika mereka mampu menjaga arah dan momentum.

Dalam politik Indonesia yang serba cair ini, posisi NasDem adalah paradoks: di luar kekuasaan, tetapi berada di pusat perhatian. Dan bila strategi panjang SP berjalan seperti yang direncanakan, 2029 bisa menjadi panggung besar bagi kebangkitan politik alternatif yang tidak lagi tunduk pada pola lama kekuasaan , dengan tagline- nya ; Bersatu – Berjuang – Menang !

Penulis : Sunarto, Mahasiswa Magister Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Diponegoro Semarang.

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar