Sentra Industri Genteng Wringinanom di Ambang Kehancuran: Peluang Inovasi atau Perubahan Arah?

Galvalum genteng kini mulai menggerus usaha genteng tradisional Wringinanom Sambit Ponorogo 

PONOROGO, SINYALPONOROGO
- Desa Wringinanom, Sambit, Ponorogo yang pernah dikenal sebagai sentra industri genteng dan bata merah, kini menghadapi tantangan berat. Dari 700 lebih home industry yang beroperasi di desa tersebut, kini hanya separuh yang masih bertahan. 

Menurut Sutini, Kepala Desa Wringinanom, banyak pelaku industri yang memilih beralih ke sektor lain, seperti beternak lele, bekerja keluar negeri atau bertani tembakau, karena persaingan ketat dari material bangunan lain seperti galvalum, hebel, batako, dan bahan-bahan modern lainnya.

Keterpurukan Industri Lokal 

Berdasarkan data yang diperoleh, material bangunan alternatif seperti galvalum dan batako kian mendominasi pasar konstruksi. Harga yang lebih murah dan efisiensi material modern membuat genteng tradisional kalah saing. 

Produk ini semakin terpinggirkan di kalangan konsumen yang lebih mengutamakan biaya dan kepraktisan. Kondisi ini diperparah oleh kurangnya dukungan maksimal dari pemerintah dalam memberikan solusi nyata bagi kelangsungan industri tersebut.

Boby, Camat Sambit, mengakui sulitnya mempertahankan industri genteng di Wringinanom. Menurutnya, "Ini memang urusan pasar, dan sulit diintervensi." Namun, mengingat Wringinanom adalah ikon Sambit, ia bertekad untuk tidak menyerah. Boby menegaskan bahwa inovasi adalah kunci utama untuk menyelamatkan industri ini.

Mencari Jalan Inovasi 

Meski pemerintah kecamatan menghadapi keterbatasan, Boby optimis bahwa dengan inovasi, industri ini masih bisa bertahan dan bahkan berkembang. 

"Kita tidak bisa hanya bertahan pada cara-cara lama. Produk harus mengikuti keinginan pasar, tidak hanya dari segi harga, tetapi juga kualitas dan daya tarik bagi konsumen," tambahnya.

Sejak awal masa jabatannya sebagai Camat Sambit, Boby sudah memandang industri genteng di Wringinanom sebagai aset yang harus dipertahankan. Namun, ia juga menyadari bahwa kemampuan pemerintah kecamatan terbatas dalam memberikan bantuan langsung. 

"Saya yakin, pemerintah Kabupaten Ponorogo bisa mencarikan solusi terbaik agar industri ini bisa berkembang lagi," harapnya.

Harapan dan Tantangan 

Meskipun sektor ini terpuruk, Boby tetap optimis akan ada upaya dari berbagai pihak untuk menyelamatkan sentra industri ini. Salah satu solusi yang diusulkan adalah memadukan inovasi teknologi dengan tetap menjaga kearifan lokal. 

Pelaku industri diharapkan bisa beradaptasi dengan permintaan pasar yang terus berubah, termasuk penggunaan teknologi baru dalam produksi.

Bagi masyarakat Wringinanom, industri genteng bukan sekadar mata pencaharian, melainkan identitas yang sudah melekat selama bertahun-tahun. 

Sutini, sebagai Kepala Desa, berharap ada dukungan lebih lanjut dari pemerintah daerah. "Kita butuh langkah konkret dari pemerintah, baik dalam hal inovasi teknologi maupun pemasaran," ujarnya.

Industri genteng dan bata merah di Wringinanom kini berada di persimpangan jalan. Tanpa inovasi dan perhatian dari pihak terkait, keberadaannya bisa semakin tergerus. 

Namun, jika langkah-langkah tepat diambil, masih ada harapan agar industri ini kembali bangkit dan menjadi kebanggaan Sambit seperti dulu.(Nang).

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama

🌐 Dibaca :