Dampak Larangan Tambang: Warga Sampung Menganggur, Butuh Solusi Nyata

Megah, monumen Reog di Sampung masih terus dikebut pembangunannya. Tapi disisi lain warga kehilangan mata pencaharian karena ada larangan menambang 

PONOROGO, SINYALPONOROGO
– Ratusan warga Desa Sampung kini terjebak dalam ketidakpastian setelah aktivitas pertambangan batu gamping dilarang di kawasan pembangunan Monumen Reog dan Monumen Peradaban (MRMP). 

Sejak larangan diberlakukan, setidaknya 127 penambang dan pengobong batu gamping kehilangan mata pencaharian. Akhirnya mereka mengadu ke DPRD Ponorogo pada Rabu (12/2/2025) untuk menuntut solusi nyata dari pemerintah.

Katimun (65), salah satu warga Sampung, mengaku sedih dan kecewa karena tidak lagi memiliki pekerjaan. Seumur hidupnya, ia hanya mengenal profesi sebagai penambang batu gamping, sebuah pekerjaan turun-temurun di desanya. 

“Saya nggak bisa ngomong lagi. Intinya kami saat ini butuh pekerjaan untuk menyambung hidup,” ujarnya dengan nada putus asa Rabu, (19/02/2025).

Warga sebenarnya masih diperbolehkan menambang di lokasi Pondok Sampung, namun kondisi tambang di sana tidak mendukung. 

Karakteristik batu gamping yang lebih keras dan alat tambang yang masih manual membuat pekerjaan semakin sulit dilakukan. Alhasil, warga yang selama ini bergantung pada tambang terpaksa menganggur tanpa kepastian.

Sejumlah perwakilan warga yang hadir di DPRD mempertanyakan janji pemerintah yang sempat mengizinkan aktivitas tambang tetap berjalan selama monumen belum selesai dibangun. Namun tidak mendapat jawaban pasti dari DPRD dan akhirnya warga pulang dengan tangan hampa.

Namun faktanya, larangan itu kini diterapkan sepenuhnya, bahkan beredar informasi bahwa pemerintah Kecamatan Sampung akan membongkar lokasi pengobongan batu gamping yang masih tersisa.

“Kami tidak menolak monumen, sejak awal kami mendukung. Tapi dulu saat sosialisasi, Bupati Sugiri berjanji bahwa kami masih boleh menambang sebelum monumen selesai. Sekarang malah semua dilarang,” keluh seorang warga.

Dalam pertemuan tersebut, pimpinan DPRD Ponorogo, Dwi Agus Prayitno, didampingi Evi Dwitasari dan Pamuji, menerima aspirasi warga. Dari pihak eksekutif, hadir Kepala DPUPKP Ponorogo Jamus Kunto, Camat Sampung Jaka Wardaya, dan Kepala Desa Sampung Sujoso.

Menurut Sujoso, keputusan pelarangan aktivitas tambang datang dari pihak kepolisian dan pemerintah daerah yang menganggap kawasan monumen sebagai area yang harus steril dari kegiatan tambang. 

“Jangan salahkan kami kalau petugas dari Polres menangkap atau mengamankan warga yang masih menambang,” ujarnya mengutip pernyataan intel kepolisian.

Sementara itu, Camat Sampung Jaka Wardaya menegaskan bahwa larangan tersebut sudah sesuai aturan dan demi kepentingan jangka panjang daerah. Namun, ia mengaku memahami kesulitan yang dialami warga. 

“Saya ini sayang dan cinta warga Sampung. Tapi kalau tetap nekat menambang, ada risiko hukum yang harus ditanggung,” katanya.

DPRD Ponorogo berjanji akan menjembatani pertemuan antara perwakilan warga dan Bupati Sugiri Sancoko agar ada solusi konkret. Namun, dengan jadwal bupati yang padat jelang pelantikannya, pertemuan tersebut masih menunggu waktu yang tepat.

“Kami memahami kesulitan warga dan akan fasilitasi pertemuan dengan bupati. Ini menyangkut janji dan komitmen pemerintah kepada warga,” kata Dwi Agus Prayitno, ketua DPRD Kabupaten Ponorogo.

Saat ini, warga Sampung berharap ada program padat karya atau kebijakan lain yang bisa memberikan mereka pekerjaan sementara hingga monumen benar-benar selesai dan membuka peluang ekonomi baru. 

“Kalau monumen sudah jadi dan ramai wisatawan, kami siap beralih usaha, misalnya berjualan. Tapi sekarang? Kami butuh pekerjaan untuk makan hari ini,” ujar seorang warga dengan nada penuh harap.

Dengan belum jelasnya nasib mereka, ratusan warga Sampung kini hanya bisa berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret agar mereka tidak terus terjebak dalam pengangguran dan ketidakpastian ekonomi.(Nang).

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama

🌐 Dibaca :