![]() |
Koperasi DMS yang beralamat kantor Jalan Gajah Mada Ponorogo ini diduga melakukan penggelapan sertifikat (foto diambil dari IG DMS) |
Melalui kuasa hukumnya, Wahyu Dhita Putranto, SH, MH, Sukardiyanto menuding koperasi tersebut telah menyalahgunakan wewenang dan melakukan praktik curang yang merugikan anggotanya.
Kronologi Kasus: Dari Pinjaman hingga Sertifikat Berpindah Nama
Menurut laporan yang diterima Sinyal Ponorogo, kasus ini bermula pada 13 Januari 2014 ketika Sukardiyanto mengajukan pinjaman senilai Rp540 juta ke Koperasi DMS dengan jaminan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 292.
Dua tahun kemudian, ia kembali menambah pinjaman sebesar Rp389 juta. Dengan total utang hampir Rp1 miliar, Sukardiyanto menjalankan kewajibannya mencicil, meski sempat mengalami keterlambatan akibat dampak pandemi COVID-19 pada 2019.
Pada 2022, Sukardiyanto akhirnya melunasi seluruh pinjamannya. Namun, alih-alih mendapatkan sertifikatnya kembali, ia justru diminta membayar denda keterlambatan sebesar Rp479 juta.
Setelah melalui negosiasi, koperasi tetap bersikukuh menetapkan denda Rp300 juta, yang dinilai Sukardiyanto sebagai keputusan sepihak dan memberatkan.
Tak terima, ia mengajukan gugatan ke pengadilan pada 2023 dan berhasil memenangkan perkara tersebut di tingkat pertama, banding, hingga kasasi di Mahkamah Agung pada 5 September 2024.
Sayangnya, meski putusan telah berpihak kepadanya, sertifikat tanah yang dijaminkan tak kunjung dikembalikan. Yang lebih mengejutkan, SHM Nomor 292 tersebut kini diduga telah berpindah nama ke Irwan Budianto, yang diketahui sebagai pegawai Koperasi DMS.
Koperasi DMS Diduga Melanggar Wewenang
Kuasa hukum Sukardiyanto menegaskan bahwa tindakan Koperasi DMS bukan sekadar sengketa perdata, tetapi telah masuk dalam ranah pidana.
“Apa yang dilakukan koperasi ini bukan hanya merugikan klien kami, tetapi juga berpotensi meresahkan masyarakat luas. Kasus ini bisa menjadi preseden buruk bagi koperasi lain,” ujar Wahyu Dhita Putranto.
Atas dasar ini, pihaknya berharap Kementerian Koperasi dan UKM RI turun tangan untuk menindak tegas praktik koperasi yang dianggap menyimpang.
“Kami menginginkan putusan yang adil dan memastikan koperasi tidak bertindak sewenang-wenang terhadap anggotanya,” tambahnya.
Polisi Turut Menyelidiki
Selain laporan ke Kementerian Koperasi, kasus ini juga telah dilaporkan ke Polres Ponorogo pada 27 Februari 2025 dengan dugaan tindak pidana penggelapan sesuai Pasal 372 KUHP. Ipda Dwinariyanto, Kanit SPK Polres Ponorogo, membenarkan bahwa laporan tersebut telah diterima dan pihaknya akan melakukan penyelidikan lebih lanjut.(Nang).
Dokumen dan Tembusan Laporan
Laporan yang dikirimkan ke Kementerian Koperasi ini juga dilengkapi dengan berbagai dokumen pendukung, di antaranya:
1. Surat kuasa dari Sukardiyanto kepada kuasa hukumnya.
2. Surat Tanda Terima Laporan Polisi Nomor: TTLPM/64/II/2025/SPKT/POLRES PONOROGO.
3. Putusan Pengadilan Negeri Ponorogo No. 25/Pdt.G/2023/PN Png, putusan 7 September 2023.
4. Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya No. 699/Pdt/2023/PT SBY, putusan 14 November 2023.
5. Putusan Mahkamah Agung No. 3297 K/Pdt/2024, putusan 5 September 2024.
Selain itu, laporan ini juga ditembuskan kepada beberapa pihak terkait, yaitu:
1. Bupati Ponorogo
2. Ombudsman Republik Indonesia
3. Ketua Komisi VI DPR RI
4. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia
5. Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia
6. Media/Pers
7. Arsip
Posting Komentar