Grebeg Selo Desa Kupuk: Tradisi Mistis, Panggung Seni, dan Harapan Ekonomi Warga

Selamatan sedekah Bumi rangkain Grebeg Selo Desa Kupuk Kecamatan Bungkal Ponorogo 

PONOROGO, SINYALPONOROGO
Tiga hari berturut-turut Desa Kupuk, Kecamatan Bungkal, Ponorogo, larut dalam semarak budaya yang sarat makna dan aroma mistis. Grebeg Selo, tradisi turun-temurun yang digelar setiap tahun, kembali menghidupkan denyut desa kecil ini dengan rangkaian acara sedekah bumi, pertunjukan seni, hingga ritual ruwatan.

Tradisi ini dimulai pada Jumat, 23 Mei 2025, dengan prosesi sedekah bumi di Sendang Tunggul Wulung—sumber mata air keramat yang dipercaya menjadi tempat bersemayamnya leluhur yang membabat alas Desa Kupuk. 

Ruwatan Murwokolo Desa Kupuk Kecamatan Bungkal Ponorogo 

Seekor kambing disembelih sebagai simbol persembahan. Namun yang menarik, daging kambing yang dimasak tidak boleh dicicipi siapa pun sebelum acara selamatan usai.

“Pernah ada yang mencicipi, lalu ditambahi bumbu biar enak. Akhirnya malah kesurupan. Kambing harus disembelih ulang,” cerita Agus Setiyono, S.Pd, atau yang akrab disapa Mbah Kupuk, Kepala Desa Kupuk. 

Menurutnya, mencicipi daging sebelum prosesi dianggap sebagai tindakan tidak sopan kepada eyang leluhur desa.

Selamatan Sedekah Bumi, terlihat Mbah lurah Kupuk Bungkal bersama sesepuh desa setempat 

Kisah itu menjelma menjadi mitos yang terus hidup. Tak ada warga yang berani mengulang kejadian serupa. 

“Kami percaya, ini bagian dari menjaga adab dan harmoni antara manusia dan alam,” imbuh Mbah Kupuk.

Setelah ritual sakral di sendang, panggung hiburan rakyat mulai bergulir. Siang harinya, seni tradisional khas desa seperti reyog Ponorogo, gajah-gajahan, dan unta-untaan mengguncang lapangan desa. 

Sorak sorai anak-anak dan tepuk tangan warga menyatu dengan irama gamelan dan debur kendang.

Sabtu malam, giliran jaranan Turonggo Wulung memukau penonton. Tarian kuda lumping dengan irama yang menghentak dan atraksi trance seolah membawa penonton ke dimensi lain. 

Puncaknya, Minggu 25 Mei, wayangan semalam suntuk digelar, dilanjutkan ruwatan murwokolo sebagai bentuk permohonan keselamatan dan tolak bala bagi warga.

“Kami ingin menguri-uri budaya, tapi juga ingin geliat ekonomi ikut bangkit,” kata Mbah Kupuk. 

Ia menyadari, tradisi semacam ini bukan hanya soal ritual dan hiburan, tetapi juga peluang. Warung-warung mendadak ramai. Pedagang kaki lima panen rezeki. Pengunjung dari luar desa berdatangan, membawa dampak ekonomi yang tak sedikit.

Evi, pemilik warung di dekat Sendang Tunggul Wulung, mengaku dagangannya laris manis selama acara. 

“Biasanya sepi. Tapi tiga hari ini, alhamdulillah rame. Harapan saya tahun depan lebih meriah lagi,” ujarnya sambil tersenyum.

Grebeg Selo menjadi bukti bahwa tradisi bukanlah sekadar warisan, melainkan juga potensi. Ketika budaya dijaga, ekonomi pun bisa bergerak. 

Desa Kupuk, yang sebelumnya sunyi, berubah menjadi panggung akulturasi antara nilai-nilai leluhur dan harapan masa depan.

“Selama masyarakat mendukung, kami akan terus menggelar Grebeg Selo setiap tahun. Bentuk acaranya bisa berubah, tapi semangatnya tetap: merawat budaya, membangkitkan desa,” tutup Mbah Kupuk.

Penulis : Nanang

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama

🌐 Dibaca :