Mbah Kupuk dan 400 Keris Leluhur: Koleksi yang Datang dari Dunia Nyata dan Ghaib

Agustino,
Kolektor Keris 

PONOROGO, SINYALPONOROGO
— Di sebuah rumah sederhana di Desa Kupuk, Bungkal, ratusan pusaka zaman silam menggantung anggun di dinding. Namun itu baru permukaan. Di balik dinding, tersimpan ratusan lainnya. Bagi Agus Setiyono, S.Pd., atau yang akrab disapa Mbah Kupuk, keris bukan sekadar senjata tradisional. Ia adalah warisan leluhur yang hidup dan penuh makna.

Kecintaan Mbah Kupuk pada seni tosan aji itu bermula sejak 2014, tepat ketika ia menjabat sebagai kepala desa Kupuk untuk pertama kalinya. 

Dari sebatas ketertarikan biasa, koleksi kerisnya kini menjelma menjadi koleksi besar berjumlah 400 bilah keris dari berbagai daerah dan zaman. Ia bukan pedagang keris, tak pula berburu pusaka demi keuntungan. 

“Saya hanya murni kolektor,” ujarnya kepada media, Jumat (23/5/2025).

Keris-keris itu diperoleh bukan lewat uang, melainkan lewat mahar berbentuk barang, atau hibah dari mereka yang merasa tak mampu menjaga pusakanya. Tak jarang, keris-keris itu "datang sendiri", katanya, lewat cara-cara tak biasa.

“Kalau kita rawat keris dengan baik, beri wewangian, bunga, dan menghormatinya, kadang ada yang datang sendiri,” kisah Mbah Kupuk. 

Ia tak menyebut bagaimana bentuk kedatangannya, tapi nada suaranya tenang, penuh keyakinan, seolah itu hal wajar dalam jagat keris.

Jamasan Tiga Hari Tiga Malam

Dengan koleksi sebanyak itu, setiap tahun ia harus meluangkan waktu hingga tiga hari penuh untuk melakukan ritual jamasan—pembersihan dan penyucian keris. 

Ia tak sendiri. Rekan-rekannya sesama pecinta keris dari berbagai daerah datang membantu, menjadikan kegiatan ini sekaligus sebagai ajang temu dan berbagi cerita antar pecinta budaya.

“Saya semakin gandrung karena sering berkumpul dengan teman-teman yang juga menyukai keris. Kita sering bertukar pengalaman dan ilmu,” katanya.

Warisan Budaya yang Menenangkan Jiwa

Menariknya, meski ratusan keris tersemat di rumahnya, Mbah Kupuk mengaku hidupnya tetap tenang. Tak ada gangguan mistis seperti yang acap kali dikaitkan dengan pusaka. 

Sebaliknya, ia merasa lebih damai, lebih tenteram, bahkan hubungan dalam keluarga pun berjalan harmonis.

“Tidak ada efek apa-apa. Semua baik-baik saja. Hidup saya justru terasa nyaman dan tenang,” ucapnya.

Tak hanya koleksi yang bertambah, tapi juga jaringan pertemanan. Ia sering menerima tamu dari berbagai kalangan, termasuk pejabat tinggi, yang datang bukan karena jabatan, tapi karena satu ikatan: cinta pada keris.

Kepala Desa yang Menjaga Warisan Tak Tertulis

Di tengah arus modernisasi dan digitalisasi, Mbah Kupuk tetap setia menjadi penjaga warisan budaya yang tak tergantikan. 

Di balik kesibukannya memimpin desa, ia juga memikul tanggung jawab moral untuk melestarikan nilai-nilai spiritual dan historis lewat benda pusaka.

Baginya, keris bukan sekadar besi tua berlekuk. Ia menyimpan cerita, falsafah, dan aura yang tak semua orang bisa pahami. Dalam senyapnya bilah keris, ada suara masa lalu yang terus bergema hingga kini.

“Kalau tidak ada yang merawat, pusaka ini bisa hilang. Saya hanya menjalankan amanah,” tuturnya pelan.(Nang/SP/Red).

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama

🌐 Dibaca :