![]() |
Suasana sidang gugatan Samsuri vs BRI di pengadilan negeri Ponorogo |
PONOROGO, SINYALPONOROGO — Sidang gugatan perdata antara Samsuri, penjual ayam asal Ponorogo, melawan Bank Rakyat Indonesia (BRI) kembali bergulir di Pengadilan Negeri Ponorogo, Rabu (11/6/2025). Kali ini agenda persidangan memasuki tahap pembacaan gugatan oleh kuasa hukum penggugat.
Dalam ruang sidang yang dipenuhi keheningan penuh perhatian, Wahyu Dhita Putranto, SH, MH, membacakan lembar demi lembar gugatan kliennya. Ia memaparkan bagaimana kehidupan Samsuri, pedagang ayam yang sudah 23 tahun mengais rezeki halal, berubah drastis setelah rumahnya ditempeli stiker bertuliskan “Penunggak Hutang”.
“Setelah stiker itu dipasang secara sepihak dan tanpa izin pada malam hari, klien kami tak lagi dihormati di lingkungannya. Ia dan keluarganya jadi bahan gunjingan. Usahanya anjlok. Jika biasanya bisa menjual 20-25 ekor ayam per hari, kini hanya satu-dua ekor yang laku,” ucap Wahyu dengan nada tegas.
Dalam gugatannya, Samsuri menyatakan tidak pernah merasa berutang kepada BRI, apalagi menunggak. Ia merasa nama baik dan kehormatannya telah dicemarkan oleh pemasangan stiker yang dilakukan tanpa konfirmasi atau mekanisme hukum yang jelas.
Ironisnya, pemasangan stiker itu dilakukan malam hari secara diam-diam. Tidak ada surat pemberitahuan resmi, tidak ada teguran lisan. Hanya selembar kertas mencoreng reputasi dan harga diri satu keluarga yang selama ini hidup dari jual beli ayam.
“Samsuri bukan koruptor. Ia bukan pencuri uang negara. Ia hanya penjual ayam yang merasa dipermalukan tanpa alasan yang sah,” tambah Wahyu.
Ketua majelis hakim, Muhammad Dede Idam, SH, menetapkan bahwa sidang lanjutan akan digelar pada Rabu, 18 Juni 2025, dengan agenda jawaban dari pihak tergugat, yaitu BRI.
Namun suasana berubah tegang saat para wartawan mencoba meminta keterangan dari pihak BRI usai sidang. Kuasa hukum BRI memilih bungkam. Ia melangkah cepat keluar ruang sidang dengan tatapan sinis kepada awak media, tanpa sepatah kata pun.
Gugatan ini membuka kembali diskusi publik tentang cara-cara penagihan yang kerap kali dilakukan lembaga keuangan, bahkan terhadap warga yang merasa tidak memiliki kewajiban utang.
Dalam kasus Samsuri, publik mempertanyakan: mengapa nama baik warga kecil bisa dengan mudah dikorbankan demi kepentingan prosedural bank?
Kasus ini menjadi preseden penting di Ponorogo. Samsuri, seorang rakyat biasa, mencoba menggugat institusi besar. Ia menuntut pemulihan harga diri yang terlanjur dilukai.
Jika gugatan ini dikabulkan, bisa menjadi pintu masuk bagi warga lain yang mengalami hal serupa namun selama ini memilih diam.
Penulis : Nanang
Semoga gugatanya berhasil amin
BalasHapusPosting Komentar