Gandrung Nabi Gema Awal Hari Jadi ke-529 Ponorogo, Kang Giri: Ini Tentang Cinta dan Nilai Luhur
![]() |
Kang Bupati Sugiri Sancoko bersama Bunda lisdyarita dan Kang Wie dalam rangkaian hari jadi Kabupaten Ponorogo ke-529 (Foto Humas DPRD dan Kominfo) |
PONOROGO, SINYALPONOROGO – Peringatan Hari Jadi ke-529 Kabupaten Ponorogo dimulai dengan sentuhan spiritual yang khusyuk dan penuh makna. Ribuan warga tumpah ruah di Alun-Alun Ponorogo, Minggu malam (3/8/2025), mengikuti majelis sholawat bersama Majelis Gandrung Nabi yang dipimpin Ustadz Miftahul Khoir atau Cak Coy dari Grobogan, Jawa Tengah.
Gema sholawat dan doa menjadi pembuka rangkaian panjang peringatan hari jadi daerah berjuluk Kota Reog ini. Tak sekadar seremoni, kegiatan ini menjadi ajakan kolektif untuk merenung, berserah diri, dan mempertebal cinta kepada Nabi Muhammad SAW.
“Gandrung Nabi artinya cinta mendalam kepada Rasulullah. Inilah fondasi spiritual yang ingin kita bangun saat Ponorogo menapaki usia 529 tahun,” ujar Bupati Sugiri Sancoko di atas panggung utama, didampingi Wakil Bupati Lisdyarita dan jajaran Forkopimda.
Kang Giri, sapaan akrabnya, menekankan bahwa Hari Jadi Ponorogo bukan semata perhitungan umur administratif. “Benar atau tidak Ponorogo berusia 529 tahun, itu soal sejarah. Tapi nilai-nilai luhur yang diwariskan para leluhur kita, itulah yang harus terus kita hidupkan,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, simbol dimulainya rangkaian Hari Jadi ditandai dengan penabuhan rebana bersama. Tema tahun ini, “Kidung Aruna Kinanthi,” menjadi penanda bahwa perjalanan Ponorogo adalah kisah berlapis, dengan harmoni masa lalu dan harapan masa depan.
Peringatan Hari Jadi ke-529 ini digagas bersama oleh Pemerintah Kabupaten dan DPRD Ponorogo. Selain pengajian dan sholawat, masyarakat akan disuguhi berbagai agenda menarik: dari pentas seni budaya, konser musik, hingga bazar UMKM lokal.
“Perpaduan sisi spiritual, budaya, dan ekonomi ini harapannya mampu menciptakan perayaan yang meriah namun tetap bermakna,” ujar Kang Giri.
Hari Jadi Ponorogo kali ini tak hanya dirayakan, tapi dimaknai. Sebuah upaya merawat jati diri sekaligus menjemput masa depan dengan doa dan karya.(Nang/SP/Kominfo/Red).