![]() |
Oleh Teguh Wiyono, SE, ME Penulis adalah Koordinator Fokalita Ponorogo |
Dari 18 partai peserta pemilu nasional, sepertinya hanya separuh yang masuk “Etan Aloon-Aloon” Ponorogo. Posisi puncak parlemen diperkirakan dipegang PKB dengan perolehan 8 kursi, diikuti Nasdem dan PDIP masing-masing 7, Gerindra 6, Demokrat dan Golkar masing-masing 5, PKS dan PAN masing-masing 3, dan juru kunci dipegang PPP dengan 1 kursi. Dalam perspektif inilah tulisan ini berpijak.
Membincang Hasil
Lebih lanjut, dari hasil Pileg 2024 ini ada beberapa hal menarik untuk diperbincangkan. Pertama, perolehan 4 partai pengusung cabup cawabup terpilih atau pemenang Pilkada 2020 lalu; PDIP, PAN, PPP dan Hanura. PDIP misalnya.
Dengan memiliki paket lengkap bupati dan wakil bupati, ternyata gagal menjadi pemenang. Bahkan pertambahan kursinya pun juga tidak begitu signifikan; cuma 3. Dari 4 menjadi 7 kursi. Jika dibanding dengan perolehan Nasdem saat berkuasa pada 2019 dari 1 menjadi 10 kursi plus menjadi pemenang Pileg, tentu sangat jauh; 75 persen Vs 900 persen.
Berikutnya perolehan PAN dan PPP. Sama-sama dalam barisan partai pemenang pilkada kemarin, hanya mampu mempertahankan capaian kursinya masing-masing; PAN tetap 3 kursi dan PPP 1 kursi. Dalam sudut pandang yang lain, bagaimana pun prosesnya, kemenangan PAN dan PPP pada kontestasi pilkada kemarin seolah tidak cukup efektif untuk menambah kursinya pada kontestasi pileg kali ini.
Berbeda dengan 3 teman koalisinya, nasib malang justru dialami Hanura Ponorogo. Seakan melengkapi keterpurukan Partai Hanura pusat yang tidak lolos parliamentary threshold atau ambang batas parlemen (PT), 1 kursi yang dimilikinya pun malah raib, terkubur dalam-dalam ditelan bumi Reog. Ironis lagi tragis!. Itulah yang bisa disematkan pada Hanura Ponorogo saat ini.
Kedua, Partai Nasdem. Meski mengalami penurunan perolehan, namun juga tidak begitu drastis. Dari 10 menjadi 7 kursi. Nasdem yang notabene kalah dramatis pada Pilkada 2020, ternyata masih mampu meraup kursi di semua dapil. Bahkan di Dapil 6 masih bisa bertahan 2 kursi, meski sebelumnya banyak kalangan memprediksi tinggal 1. Sebuah pertahanan politik yang lumayan bagus.
Ketiga, PKB. Pada dasarnya PKB hanya bertahan dan tidak mengalami kenaikan sama sekali. Dari 8 kursi tetap 8 kursi. Namun PKB diuntungkan oleh 2 keadaan (1) tidak adanya partai-partai lain termasuk partai pemenang pilkada yang perolehannya mampu melampaui perolehan PKB, dan (2) menurunnya perolehan kursi Nasdem sehingga menjadi di bawah PKB. Ini menandakan kekuatan PKB di atas rata-rata yang lain. PKB cukup piawai menghadapi kontestasi Pileg 2024 yang begitu sengit.
Keempat, Partai Gerindra. Partai Gerindra Ponorogo mengalami kenaikan 1 kursi. Dari 5 menjadi 6. Tingginya tingkat keterkenalan dan keterpilihan Capres Prabowo ternyata juga tidak cukup kuat mengangkat perolehan kursi Gerindra Ponorogo. Kelima, Partai Golkar. Sama seperti Gerindra, Golkar juga diprediksi mengalami kenaikan 1 kursi. Dari 4 menjadi 5. Namun Golkar mengalami anomali.
Di satu sisi berhasil meraih kursi di dapil yang sebelumnya kosong yakni 3 dan 6. Namun di sisi lain, di Dapil 1 petahana sekaligus pimpinannya sendiri sepertinya tak cukup suara untuk kembali melenggang ke “Etan Aloon-Aloon.”
Terakhir Partai Demokrat. Partai Demokrat masih lumayan kuat mempertahankan 5 perolehan kursinya. Hanya mengalami pergeseran. Di Dapil 6 misalnya. Yang semula memeroleh 1 kursi tapi sekarang lepas. Namun mendapatkan ganti di Dapil 5 yang semula kosong saat ini memeroleh 1 kursi. Pun demikian di Dapil 3. Sebelumnya memeroleh 2 kursi, sekarang tinggal 1. Tapi memeroleh ganti 1 kursi di Dapil 2 yang sebelumnya juga kosong.
Memaknai Hasil
Dari uraian singkat diatas, setidaknya ada dua makna yang bisa dipetik. Pertama, secara umum hasil Pileg Ponorogo 2024 kali ini tak ada kejutan yang spektakuler, merupakan hasil yang biasa.
Justru makin menegaskan bahwa iklim politik Ponorogo yang selama ini dikenal sangat dinamis masih terkonfirmasi kebenarannya. Belum ada yang mampu merintis dominasi politik di Ponorogo secara berkesinambungan serta jangka panjang. Berbeda seperti di Kabupaten tetangga, Wonogiri dan Ngawi contohnya.
Dimana dominasi politik kelompok dan partai tertentu sangat terlihat mencolok di sana. Di sini pemenang alih-alih menguatkan dan membesarkan, untuk mempertahankan saja terbukti belum ada yang berhasil.
Kedua, pelajaran bagi partai baru. Bagi partai baru, Ponorogo sepertinya bukan daerah yang menjanjikan untuk mencoba peruntungan. Terbukti sudah berapa banyak partai baru yang berdatangan, sebanyak itu pula yang terhempas kan. Banyak variabel yang sama-sama determinan untuk menggaet hati masyarakat Ponorogo yang tak bisa dianggap sederhana.
Mulai dari kemampuan mengenali perilaku pemilih, ketepatan memilih kekuatan jejaring, waktu sosialisasi yang cukup, misalnya. Tak melulu diukur dari kekuatan finansial. Pengalaman telah membuktikan, tak sedikit partai baru yang sudah mengeluarkan cost politik yang hampir sama atau bahkan lebih banyak dari partai lama, namun berakhir dengan tangan hampa.
Namun demikian, di sisi lain, masyarakat tetap perlu mengapresiasi dan angkat topi atas hadirnya partai-partai baru di Ponorogo. Diakui atau tidak, disadari atau tidak, kehadirannya sangat penting dalam mendinamisir demokrasi lokal. Sebab, dengan hadirnya partai-partai baru, partai lama tidak bisa jumawa dan memandang “gampang” masyarakat.
Jika ingin tetap menjaga eksistensinya apalagi berkembang, partai lama “dipaksa” untuk terus dekat dan menyatu dengan masyarakat. Karena juga sebaliknya, yang melupakan setelah dilantik pada akhirnya juga akan dilupakan saat di bilik.***
penjabaran tentang pemilu yg sangat mudah dipahami,jadi pembelajaran pemula membaca artikel tentang pemilu,,suwun boskuuu
BalasHapusPosting Komentar