![]() |
Penulis adalah Wartawan Sinyal Ponorogo Nanang Rianto, S.Sos |
PONOROGO,- Car Free Day (CFD) di Jalan Baru dan Jalan Pramuka, Ponorogo, sejatinya menjadi ruang publik yang menghidupkan semangat olahraga dan kebersamaan di hari libur. Sejak awal, kawasan ini telah menjadi tujuan utama warga untuk berolahraga sekaligus menikmati suasana pagi.
Namun, lambat laun, fungsi CFD bergeser dari ruang olahraga menjadi pasar kuliner yang semakin mendominasi. Para pedagang kuliner yang awalnya hanya pendamping kegiatan olahraga, kini menjadi daya tarik utama.
Fenomena ini tidak terlepas dari peran pemerintah yang memberikan kelonggaran bagi pedagang, sehingga kawasan CFD berubah menjadi pusat keramaian kuliner.
![]() |
Kondisi terkini jalan baru di acara car free day, mesti waktunya sudah habis tapi masih saja pedagang tidak segera membereskan dagangannya. Pemandangan ini pada Ahad, 12 Januari 2025 pukul 09.45 WIB |
Meski awalnya waktu CFD ditetapkan hanya dari pukul 06.00 hingga 09.00 WIB, kini batas waktu itu kerap diabaikan. Pedagang terus berjualan hingga melewati pukul 10.00 pagi, bahkan ketika portal sudah dibuka dan kendaraan mulai berlalu-lalang.
Kondisi ini menciptakan kemacetan di sepanjang jalan, ditambah dengan melubernya pedagang hingga ke Jalan Pramuka. Pemandangan ini tidak hanya mengganggu pengguna jalan, tetapi juga mencerminkan lemahnya penegakan aturan oleh pemerintah daerah. Tidak ada pengawasan ketat, sementara masyarakat dan pedagang semakin abai terhadap aturan yang sudah ditetapkan.
Dampak Ketidaktertiban
Ketidaktertiban ini berpotensi menanamkan budaya permisif di masyarakat. Ketika aturan dilanggar tanpa konsekuensi, sikap abai terhadap peraturan akan semakin mengakar. Ponorogo, yang dikenal sebagai kota budaya dengan masyarakat religius dan santun, justru bisa tercoreng dengan label sebagai daerah yang kurang tertib.
Sebagai masyarakat, kita tentu mendukung aktivitas ekonomi lokal, terutama pedagang kecil yang mengandalkan penghasilan dari momen CFD. Namun, tanpa tata kelola yang baik, CFD kehilangan esensi utamanya sebagai ruang publik yang nyaman, aman, dan teratur. Pada akhirnya, semua pihak, baik pedagang, pengunjung, maupun pengguna jalan, dirugikan.
Peran Pemerintah dan Kesadaran Masyarakat
Pemerintah perlu menunjukkan keberpihakan pada aturan yang sudah dibuat. Jangan sampai peraturan hanya menjadi formalitas tanpa pengawasan. Kembalikan fungsi CFD sesuai dengan tujuannya, yakni sebagai sarana olahraga dan ruang publik yang bebas polusi kendaraan.
Langkah konkret yang bisa dilakukan adalah:
1. Penegakan Waktu CFD: Pemerintah harus tegas menertibkan pedagang yang berjualan melewati batas waktu.
2. Pembatasan Area Berdagang: Pastikan pedagang tidak meluber ke jalan utama, sehingga pengguna jalan tetap nyaman melintas.
3. Kolaborasi dengan Warga: Libatkan warga sekitar dalam menjaga ketertiban, misalnya melalui kelompok relawan atau mitra CFD.
4. Sosialisasi dan Edukasi: Berikan pemahaman kepada pedagang dan masyarakat tentang pentingnya menaati aturan demi kenyamanan bersama.
Kesadaran masyarakat juga menjadi kunci. Disiplin dalam menaati aturan adalah cerminan dari budaya yang maju dan bermartabat. Mari bersama-sama menjadikan CFD di Ponorogo sebagai contoh baik dari keseimbangan antara aktivitas ekonomi dan fungsi ruang publik.
Harapan untuk Ponorogo
Ponorogo memiliki potensi besar untuk menjadi teladan di Jawa Timur, bahkan Indonesia, dalam hal ketertiban dan tata kelola ruang publik. Namun, itu hanya bisa terwujud jika semua pihak, baik pemerintah, pedagang, maupun masyarakat, berkomitmen untuk berubah.
Semoga tulisan ini menjadi pengingat sekaligus motivasi bagi kita semua untuk membangun Ponorogo yang lebih baik, tertib, dan taat aturan. Bukan hanya demi kenyamanan hari ini, tetapi juga demi generasi mendatang yang akan mewarisi kota tercinta ini.(Ponorogo, 12 Januari 2025).
Posting Komentar