Agus Rahmanto, warga Desa Plosojenar, Kecamatan Kauman, Ponorogo, yang disebut sebagai Dewan Komisaris CV IMAP, menjadi sorotan utama. Sejak tahun 2022, ia bersama jajarannya menjanjikan program umroh tanpa biaya kepada masyarakat.
Namun, di balik tawaran itu, para calon jamaah justru diminta memberikan "sedekah sukarela" untuk pembangunan kantor baru CV tersebut. Nilainya bervariasi, mulai dari Rp500 ribu hingga lebih dari Rp1,5 juta per orang.
Awalnya, warga percaya. Bahkan ada yang telah membuat paspor dan menjalani vaksinasi meningitis dengan biaya sendiri. Namun sejak Agustus 2024, kecurigaan mulai mencuat. Salah satu koordinator jamaah,
Setiaji Al Khoriah, warga Desa Pupus, Kecamatan Ngebel, mulai mempertanyakan kejelasan janji keberangkatan. Ketika rencana pembelian tanah oleh CV IMAP untuk pembangunan kantor baru tak kunjung terealisasi, dugaan warga pun menguat: mereka tengah menjadi korban penipuan.
Setiaji menyebut, dari total 200 jamaah yang ia koordinasi, kerugian keseluruhan mencapai sekitar Rp200 juta.
“Setiap jamaah diminta menyerahkan Rp1,5 juta, dengan rincian Rp500 ribu untuk paspor dan konsumsi. Sementara untuk vaksin maningitis biaya sendiri dan sisanya Rp1 juta disetor langsung kepada Agus Rahmanto,” ujarnya.
Dana itu, lanjut Setiaji, disebut-sebut akan digunakan untuk pembangunan kantor CV IMAP yang berlokasi di Dukuh Karangan RT 001 RW 002, Desa Plosojenar, Sumoroto.
Ia sendiri mengalami kerugian pribadi hingga Rp150 juta. Uang itu diserahkan secara langsung kepada Agus sebagai bentuk kepercayaan bahwa program umroh gratis tersebut benar-benar berjalan. Namun nyatanya, janji keberangkatan hanya tinggal wacana.
Menurut Setiaji, total korban bisa lebih dari 600 jamaah bila ditambahkan dengan kelompok lain di luar koordinasinya. Skema yang digunakan CV IMAP sangat meyakinkan.
Mereka mengklaim program umroh gratis itu dibiayai dari dana CSR tujuh perusahaan besar nasional seperti PT Paiton Energy, PT Dua Kelinci, hingga Jhonlin Baratama Group. Namun setelah ditelusuri, perusahaan-perusahaan itu ternyata tidak pernah bekerja sama atau mengetahui program tersebut.
Hingga kini, sejumlah korban telah melaporkan kasus ini ke Polres Ponorogo. Setiaji sendiri telah tiga kali dipanggil untuk memberikan keterangan sebagai saksi dan korban.
“Ini bukan cuma soal kerugian materi, tapi juga soal martabat. Banyak dari kami sudah siap berangkat, bahkan sudah bersumpah di hadapan keluarga. Tapi ternyata hanya dijadikan alat,” tutur Setiaji dengan nada kecewa.
Pihak kepolisian masih menyelidiki kasus ini. Sementara masyarakat berharap agar penegak hukum bergerak cepat membongkar modus ini, serta memproses hukum pihak-pihak yang terlibat.
Penulis : Nanang
Modus cerdas,.....
BalasHapusBetul... terbiasa. Marai ngelek2 wong Islam ngono kui
BalasHapusPosting Komentar