Pembangunan Kabupaten Ponorogo Melalui Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Ketahanan Pangan

Foto gedung lantai delapan pemkab Ponorogo 
Oleh : MHR 

Penulis adalah  Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Wakil Ketua Komite Kadin Pusat Bidang Industri Peternakan dan Kemitraan 2016-2021

SEMARANG, MHR - Pembangunan sebuah kabupaten yang berkelanjutan merupakan tujuan utama bagi pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam upaya pembangunan ini adalah melalui Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang ditetapkan oleh PBB. 

Salah satu aspek penting dalam SDGs adalah ketahanan pangan, yang menjadi landasan utama dalam memastikan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bergizi, dan berkelanjutan bagi seluruh penduduk. Ketahanan pangan merupakan kondisi di mana suatu wilayah mampu menyediakan pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduknya, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. 

Dalam konteks pembangunan kabupaten, penerapan konsep ketahanan pangan berbasis SDGs menjadi kunci utama dalam mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Langkah pertama dalam membangun kabupaten berbasis ketahanan pangan adalah dengan melakukan identifikasi potensi dan tantangan yang dimiliki oleh wilayah tersebut. 

Setiap kabupaten memiliki karakteristik yang berbeda-beda, mulai dari kondisi geografis, ketersediaan sumber daya alam, hingga tingkat akses masyarakat terhadap pangan. Dengan mengidentifikasi potensi dan tantangan ini, pemerintah daerah dapat merancang programprogram yang tepat sasaran untuk meningkatkan ketahanan pangan di kabupaten tersebut. Ponorogo, Jawa Timur, merupakan daerah yang memiliki potensi dalam sektor pertanian dan pangan. 

Berbagai komoditas pertanian ditanam di Ponorogo, termasuk padi, jagung, kedelai, tebu, tembakau, dan sayuran. Selain itu, Ponorogo juga terkenal dengan produksi kerajinan tembaga dan batik. 

Beberapa potensi pangan di Ponorogo meliputi; Padi, Ponorogo merupakan salah satu daerah penghasil padi di Jawa Timur. Pertanian padi di Ponorogo mendukung ketahanan pangan wilayah tersebut. Tidak dapat dipungkiri Kabupaten Ponorogo menjadi salah satu penopang lumbung pangan di Jawa Timur dalam hal produksi padi, menurut data BPS Ponorogo masuk menjadi 10 besar wilayah terbesar di Jawa Timur dalam hal produksi beras.

Selain itu produksi sayuran seperti cabai, tomat, kangkung, dan sayuran lainnya juga cukup berkembang di Ponorogo, selain itu, produksi buah-buahan seperti durian, rambutan, dan salak juga terdapat di Ponorogo. 

Tidak dapat dipungkiri pengembangan sektor pangan merupakan salah satu aspek krusial dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) di tingkat lokal, seperti yang terjadi di Kabupaten Ponorogo. 

Kabupaten ini memiliki potensi besar dalam sektor pertanian dan pangan seperti yang disebutkan diatas, namun tantangan yang kompleks juga mengiringi upaya untuk mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, ketahanan pangan, dan perlindungan lingkungan. 

Salah satu tujuan SDGs yang paling relevan dengan penguatan sektor pangan adalah Tujuan 2: Zero Hunger. Kabupaten Ponorogo memiliki potensi yang melimpah untuk mendukung pencapaian tujuan ini melalui berbagai program dan kebijakan yang mengutamakan ketahanan pangan lokal, akses pangan yang aman dan bergizi bagi seluruh lapisan masyarakat, serta pemberdayaan petani lokal. 

Penguatan sektor pangan di Kabupaten Ponorogo juga tidak hanya berdampak pada Tujuan 2, tetapi juga berkaitan erat dengan tujuan-tujuan SDGs lainnya. 

Misalnya, peningkatan produksi pangan lokal secara berkelanjutan dapat mendukung pencapaian Tujuan 1 (No Poverty) dengan menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan petani, dan mengurangi ketimpangan ekonomi.

Selain itu, penguatan sektor pangan juga berperan penting dalam mencapai Tujuan 3 (Good Health and Well-being) dengan menyediakan akses pangan yang aman dan bergizi bagi seluruh masyarakat Kabupaten Ponorogo. Dengan memperkuat rantai pasok pangan lokal, Kabupaten Ponorogo dapat mengurangi angka keselamatan pangan dan meningkatkan kesehatan masyarakat secara keseluruhan. 

Tidak hanya itu, penguatan sektor pangan juga dapat berkontribusi pada Tujuan 8 (Decent Work and Economic Growth) dengan menciptakan peluang kerja baru di sektor pertanian dan pangan, serta meningkatkan nilai tambah produk lokal melalui diversifikasi produk dan peningkatan kualitas. 

Untuk mewujudkan potensi penuh penguatan sektor pangan dalam mendukung pencapaian SDGs di Kabupaten Ponorogo, diperlukan sinergi antara pemerintah daerah, sektor swasta, masyarakat lokal, dan berbagai pemangku kepentingan terkait lainnya. 

Langkah-langkah konkret seperti pengembangan infrastruktur pertanian, pelatihan petani dalam praktik pertanian berkelanjutan, promosi produk pangan lokal, serta pendekatan berbasis teknologi dapat menjadi kunci keberhasilan dalam upaya ini, maka dari itu hal tersebut menjadi sangat penting untuk dilakukan dan menjadi rencana strategis di dinas terkait.

Selanjutnya, pemerintah daerah perlu membangun kerjasama lintas sektor dan lintas lembaga dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, masyarakat, dan akademisi menjadi kunci dalam menciptakan sinergi yang efektif dalam memperkuat ketahanan pangan di kabupaten tersebut. 

Program-program pelatihan, penyuluhan, dan pemberdayaan masyarakat perlu ditingkatkan guna meningkatkan kesadaran akan pentingnya ketahanan pangan dan cara-cara untuk mencapainya. Karena ketahanan pangan merupakan salah satu aspek kunci dalam upaya mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), ketahanan pangan tidak hanya mencakup kecukupan pangan secara kuantitatif bagi seluruh populasi, tetapi juga harus memperhatikan aspek kualitas, aksesibilitas, keberlanjutan, dan kedaulatan pangan. 

Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, konsep ketahanan pangan tidak dapat dipisahkan dari pola kemitraan yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, dan lembaga internasional.Pola kemitraan dalam konteks ketahanan pangan menjadi sangat penting karena tantangan dalam mencapai ketahanan pangan tidak dapat diselesaikan secara mandiri oleh satu pihak saja. 

Melalui pola kemitraan yang kuat, berbagai pihak dapat saling berkolaborasi dan berbagi sumber daya, pengetahuan, dan teknologi untuk meningkatkan ketahanan pangan secara menyeluruh. Dalam konteks SDGs, kolaborasi lintas sektor dan lintas negara menjadi kunci dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan terutama dalam hal ketahanan pangan. 

Salah satu aspek penting dari konsep ketahanan pangan dalam kaitannya dengan SDGs adalah aspek keseimbangan antara keberlanjutan lingkungan dan ketahanan pangan. Pembangunan sistem pangan yang berkelanjutan harus mampu memenuhi kebutuhan pangan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka. 

Dengan demikian, pola kemitraan yang berkelanjutan antara berbagai pihak harus mampu mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi secara seimbang. Selain itu, konsep ketahanan pangan juga harus memperhatikan aspek distribusi pangan yang adil dan merata. Ketimpangan dalam akses di Ponorogo di daerah selatan terhadap pangan masih menjadi masalah serius di Ponorogo, dan pola kemitraan yang baik dapat membantu dalam mengatasi masalah tersebut. 

Dengan berbagai pihak terlibat dalam upaya menciptakan sistem pangan yang inklusif, adil, dan berkelanjutan, diharapkan ketahanan pangan dapat tercapai untuk semua lapisan masyarakat. kolaborasi lintas sektor dan melalui pola kemitraan menjadi semakin penting dalam merumuskan solusi yang efektif dan berkelanjutan. 

Pemerintah sebagai pemegang otoritas utama dalam pembangunan harus memainkan peran penting dalam menciptakan kebijakan yang mendukung pengembangan ketahanan pangan berbasis pola kemitraan. Pemerintah juga perlu memfasilitasi dialog dan kerja sama antara berbagai pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan bersama dalam hal ketahanan pangan.

Sektor swasta juga memiliki peran yang sangat penting dalam mengembangkan ketahanan pangan melalui investasi, inovasi teknologi, dan praktik bisnis yang berkelanjutan. Dengan berkolaborasi dengan pemerintah, lembaga riset, dan masyarakat sipil, sektor swasta dapat membantu mengatasi tantangan dalam rantai pasok pangan dan meningkatkan efisiensi serta produktivitas dalam produksi pangan. 

Dalam kaitannya terkait peran swasta, tentu dibutuhkan Pemerintah daerah yang aktif dalam melakukan persuasi dan komunikasi yang baik terhadap kalangan swasta tersebut selain tentunya dibutuhkan pemimpin yang mampu dan cakap dalam mengajak swasta berperan aktif dalam hal tersebut. 

Peran masyarakat sipil juga tidak kalah penting dalam mengadvokasi kebijakan yang mendukung ketahanan pangan, memperkuat kapasitas lokal, dan mendukung praktik pertanian yang berkelanjutan. Melalui partisipasi aktif masyarakat sipil, pola kemitraan dalam pengembangan ketahanan pangan dapat menjadi lebih inklusif dan berdampak lebih luas.

Dengan demikian, konsep ketahanan pangan dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan berbasis pola kemitraan adalah kunci penting dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Kolaborasi lintas sektor dan lintas negara harus ditingkatkan untuk mengatasi tantangan kompleks dalam sistem pangan global saat ini. 

Hanya melalui kerja sama dan kemitraan yang kokoh antara pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, dan lembaga internasional, kita dapat menciptakan sistem pangan yang berkelanjutan, inklusif, dan adil bagi seluruh populasi dunia dan tentunya diharapkan Ponorogo bisa menjaga warganya dalam hal kekurangan pangan.

Pola kemitraan dalam konteks ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat merupakan proses di mana individu, kelompok, atau komunitas diberi kekuatan, pengetahuan, keterampilan, dan akses yang diperlukan untuk mengambil kontrol atas kehidupan dan mempengaruhi perubahan sosial, ekonomi, dan politik di lingkungan mereka. 

Dalam konteks ketahanan pangan, pemberdayaan masyarakat menjadi kunci dalam menciptakan sistem pangan yang berkelanjutan dan inklusif. Pola kemitraan yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, lembaga riset, dan masyarakat sipil, dapat memberikan platform yang baik untuk memfasilitasi pemberdayaan masyarakat dalam sektor pangan. 

Melalui pola kemitraan yang kuat, masyarakat dapat dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi program-program ketahanan pangan. Dengan demikian, masyarakat dapat menjadi bagian aktif dalam pembangunan sistem pangan yang berkelanjutan.

Pemberdayaan masyarakat juga dapat terwujud melalui transfer pengetahuan dan teknologi dari lembaga riset ke petani dan produsen pangan di tingkat lokal. Dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi, pelatihan, dan teknologi terbaru dalam produksi pangan, masyarakat dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan ketahanan pangan mereka sendiri. 

Pola kemitraan yang melibatkan lembaga riset, pemerintah, dan sektor swasta dapat memfasilitasi proses ini dengan menyediakan akses yang lebih luas terhadap inovasi dan teknologi terbaru. Selain itu, pemberdayaan masyarakat juga melibatkan peningkatan akses masyarakat terhadap sumber daya dan pasar. 

Melalui pola kemitraan yang inklusif, masyarakat dapat diberdayakan untuk mengakses pasar yang lebih luas dan mengambil peran aktif dalam rantai pasok pangan. Dengan demikian, masyarakat dapat meningkatkan pendapatan, meningkatkan kemandirian ekonomi, dan meningkatkan ketahanan pangan mereka sendiri.

Secara keseluruhan, pola kemitraan dalam pengembangan ketahanan pangan harus didukung oleh upaya pemberdayaan masyarakat yang kuat. 

Dengan melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, transfer pengetahuan dan teknologi, serta peningkatan akses terhadap sumber daya dan pasar, kita dapat menciptakan sistem pangan yang berkelanjutan, inklusif, dan adil bagi seluruh masyarakat. 

Berikut adalah beberapa contoh konkrit bagaimana pola kemitraan dapat terkait dengan pemberdayaan masyarakat dalam konteks ketahanan pangan;

1. Program Pelatihan Pertanian Berkelanjutan: Pemerintah, lembaga riset pertanian, dan sektor swasta dapat bekerja sama untuk menyelenggarakan program pelatihan pertanian berkelanjutan bagi petani di daerah pedesaan. Melalui program ini, petani diberdayakan dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman mereka secara berkelanjutan, mengurangi penggunaan pestisida dan pupuk kimia, serta meningkatkan ketahanan pangan di tingkat lokal.

2. Kemitraan Pemerintah dan Perguruan Tinggi dalam Pengembangan Varietas Unggul: Pemerintah dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi dan lembaga riset untuk mengembangkan varietas tanaman pangan yang unggul dan tahan terhadap perubahan iklim. Melalui kolaborasi ini, pengetahuan dan teknologi terbaru dapat disebarkan kepada petani lokal, sehingga mereka dapat meningkatkan produktivitas dan ketahanan tanaman pangan mereka.

3. Pasar Pangan Lokal yang Didukung oleh Masyarakat: Masyarakat sipil, pemerintah setempat, dan sektor swasta dapat bekerja sama untuk mendukung pasar pangan lokal yang adil dan berkelanjutan. Dengan memfasilitasi akses petani ke pasar yang stabil dan mendukung, masyarakat dapat diberdayakan untuk meningkatkan pendapatan mereka melalui penjualan produk pertanian lokal.

4. Program Penyuluhan Gizi dan Pangan: Kolaborasi antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan sektor kesehatan dapat menyelenggarakan program penyuluhan gizi dan pangan bagi masyarakat di daerah terpencil. Melalui program ini, masyarakat diberdayakan dengan pengetahuan tentang gizi yang seimbang, praktik pertanian yang berkelanjutan, dan cara memasak makanan sehat, sehingga mereka dapat meningkatkan kesehatan dan ketahanan pangan keluarga mereka.

Dengan implementasi konkrit seperti contoh di atas, pola kemitraan yang melibatkan berbagai pihak dapat secara efektif mendukung pemberdayaan masyarakat dalam mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan dan inklusif. 

Melalui kerjasama yang sinergis, kita dapat membangun sistem pangan yang lebih merata, adil, dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat, sehingga cita-cita Ponorogo menjadi lumbung pangan tidak hanya di Jawa Timur tapi juga di Indonesia bisa tercapai dan dapat membangun kesejahteraan dan penguatan ekonomi bagi masyarakatnya. Semoga.***

Penulis adalah  Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Wakil Ketua Komite Kadin Pusat Bidang Industri Peternakan dan Kemitraan 2016-2021.

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama

🌐 Dibaca :