"Masa Depan Ponorogo Ditentukan Program, Bukan Polemik Salaman"

Oleh : Nanang Rianto, S.Sos

Penulis adalah Wartawan Sinyal Ponorogo 

Debat calon bupati (cabup) dan calon wakil bupati (cawabup) Ponorogo pada Rabu, 23 Oktober 2024 di Padepokan Reog Ponorogo menjadi ajang adu gagasan yang seharusnya memberikan pencerahan bagi masyarakat. 

Namun sayangnya, yang paling ramai dibicarakan justru bukan substansi debat itu sendiri, melainkan sebuah insiden kecil di akhir acara yang akhirnya viral di media sosial.

Pada sesi penutupan, moderator mengajak kedua pasangan calon untuk bersalaman sebagai tanda sportivitas. Pasangan calon nomor 2, Sugiri Sancoko, dengan sigap mengulurkan tangan kepada Ipong Muchlissoni, calon nomor 1. 

Namun, alih-alih bersalaman dengan cara konvensional, Ipong merespons dengan gestur salam tanpa sentuhan—mirip seperti kebiasaan di masa pandemi Covid-19. 

Meski gestur itu menunjukkan saling menghormati antara kedua calon, sayangnya insiden ini justru dipelintir di media sosial. Banyak yang menggorengnya sebagai tanda ketidak akuran, seolah pasangan nomor 1 menolak bersalaman.

Isu sepele ini mendadak menjadi trending dan menenggelamkan diskusi substansi debat. Gagasan penting mengenai pembangunan dan visi Ponorogo yang disampaikan oleh kedua pasangan calon seolah tertutupi oleh isu salam. 

Sangat disayangkan, masyarakat lebih terfokus pada momen singkat itu daripada memikirkan masa depan Ponorogo yang digagas dalam debat.

Fenomena seperti ini mengungkap salah satu kelemahan komunikasi politik di tengah masyarakat kita. Isu viral seringkali menyentuh hal-hal yang remeh dan tidak substansial, sementara hal-hal penting justru tersingkir. 

Padahal, debat merupakan momen penting untuk melihat kapasitas calon pemimpin dalam menyampaikan visi, misi, dan program yang akan membawa Ponorogo menuju kemajuan.

Kita tentu tidak bisa sepenuhnya menyalahkan masyarakat yang terjebak dalam isu murahan seperti ini. Media sosial kerap memperbesar hal-hal yang sensasional, sementara tim sukses terkadang memanfaatkan momen tersebut untuk menyerang lawan politik. Namun, ini bukan berarti masyarakat harus terus terjebak dalam pusaran polemik yang tidak produktif.

Saatnya masyarakat Ponorogo mulai berpikir lebih kritis dan menilai calon pemimpin berdasarkan gagasan dan program mereka, bukan hanya dari momen-momen sepele yang viral. 

Sebab, masa depan Ponorogo tidak akan ditentukan oleh apakah para calon pemimpin bersalaman atau tidak, melainkan oleh visi dan program kerja yang realistis serta berorientasi pada kemajuan.

Mari kita jadikan debat publik sebagai ajang untuk mencermati gagasan yang relevan bagi pembangunan Ponorogo. Biarkan isu kecil berlalu, dan fokuslah pada hal-hal yang benar-benar penting bagi kemaslahatan masyarakat. Kita semua berharap, pemimpin yang terpilih nanti adalah yang benar-benar mampu membawa Ponorogo menjadi lebih maju dan sejahtera. (Ponorogo, 26 Oktober 2024). 

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama

🌐 Dibaca :