![]() |
Oleh : Nanang Rianto |
Penulis adalah Wartawan Sinyal Ponorogo
Sejak diresmikan pada Agustus 2024 oleh Bupati Ponorogo, TPST Mrican digadang-gadang sebagai solusi dari permasalahan penumpukan sampah di TPA Mrican, Jenangan. Fasilitas yang dikelola oleh PT Bumi Ekonomi Sirkular (PT BES) ini memiliki kapasitas mesin untuk mengolah hingga 120 ton sampah per hari.
Namun, kenyataan di lapangan berbicara lain. Hingga kini, TPST Mrican baru mampu mengolah sekitar 30 ton sampah per hari. Padahal, jumlah sampah yang masuk ke TPA Mrican setiap harinya mencapai 70 ton.
Ketimpangan ini tentu menimbulkan persoalan serius. Dengan selisih 40 ton sampah yang tidak terolah setiap harinya, sampah terus menumpuk dan membentuk gunung di TPA Mrican, yang ironisnya sudah memasuki kondisi overload. Jika tidak ada langkah sigap, Ponorogo akan menghadapi krisis lingkungan yang lebih berat.
Kendala di Lapangan: Tenaga Kerja Minim, Sampah Menggunung
PT BES mengakui bahwa salah satu kendala utama dalam pengelolaan sampah adalah kurangnya keterampilan pekerja dalam proses pemilahan. Mesin berkapasitas besar tidak bisa berfungsi maksimal karena pemilahan manual berjalan lambat.
Tenaga pemilah sampah yang bekerja di TPST Mrican harus berhadapan dengan tumpukan sampah setiap hari, di bawah kondisi yang sulit dan berisiko terhadap kesehatan.
Sampah yang bercampur dengan bahan organik dan anorganik serta bau menyengat membuat proses ini tidak hanya memerlukan ketelitian, tapi juga daya tahan fisik yang prima.
Kendala ini menimbulkan dampak langsung terhadap performa mesin yang dirancang untuk mengolah sampah dalam skala besar. Mesin-mesin yang seharusnya mampu menangani 120 ton per hari malah hanya bekerja pada 25% kapasitas optimalnya. Akibatnya, volume sampah yang terus berdatangan tidak terkelola dengan baik, dan penumpukan menjadi tak terelakkan.
Solusi yang Mendesak
Dengan kondisi TPA Mrican yang semakin kritis, tidak ada pilihan lain selain memastikan TPST Mrican bisa berfungsi maksimal. Pemilahan sampah yang efisien menjadi kunci utama.
Tenaga kerja di TPST harus mendapatkan pelatihan khusus agar mereka lebih terampil dalam memisahkan sampah, sehingga mesin-mesin dapat bekerja sesuai kapasitas.
Selain itu, peningkatan kondisi kerja para pekerja juga penting. Memastikan bahwa mereka dilengkapi dengan peralatan pelindung diri yang memadai serta lingkungan kerja yang higienis bisa membantu meningkatkan performa mereka.
Jika hal ini tidak segera diatasi, opsi terakhir yang harus dipertimbangkan adalah mencari lahan baru untuk TPA atau mencari alternatif pengolahan sampah yang lebih efektif.
Sebab, Ponorogo tidak bisa terus membiarkan sampah menggunung dan memperparah kondisi lingkungan. Solusi yang tepat harus segera diambil, baik itu dari sisi pengelolaan tenaga kerja maupun optimalisasi penggunaan mesin pengolah sampah.***
Posting Komentar