Evy Trisusanti,
Kepala BPS Kabupaten Ponorogo
PONOROGO, SINYALPONOROGO – Persentase penduduk miskin di Kabupaten Ponorogo terus mengalami penurunan signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Ponorogo, pada Maret 2024 angka kemiskinan tercatat sebesar 9,11 persen, turun 0,42 persen poin dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 9,53 persen.
Jumlah penduduk miskin pun berkurang sebanyak 3,66 ribu jiwa, dari 83,71 ribu jiwa pada Maret 2023 menjadi 80,05 ribu jiwa pada Maret 2024. Penurunan ini menjadi angin segar bagi upaya pemerintah daerah dalam memberantas kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Namun, angka-angka ini menyisakan pertanyaan besar: Bagaimana garis kemiskinan dihitung, dan apakah itu benar-benar mencerminkan realitas masyarakat miskin?
Memahami Garis Kemiskinan
Kepala BPS Kabupaten Ponorogo, Evy Trisusanti, dalam wawancaranya pada Kamis (23/1/2025), menjelaskan bahwa garis kemiskinan adalah indikator yang digunakan untuk menentukan batas minimal pengeluaran seseorang agar tidak dikategorikan sebagai miskin.
"Garis kemiskinan di Kabupaten Ponorogo pada Maret 2024 ditetapkan sebesar Rp413.619,00 per kapita per bulan, meningkat 4,70 persen dari Rp395.069,00 pada Maret 2023," ungkapnya.
Garis kemiskinan ini mencakup kebutuhan dasar makanan dan non-makanan yang harus dipenuhi individu atau rumah tangga dalam satu bulan. Untuk rumah tangga, nilai ini dikalikan dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga (ART).
Lebih dari Sekadar Angka
Meski angka kemiskinan terus menurun, memahami kedalaman (P1) dan keparahan (P2) kemiskinan menjadi penting untuk menilai efektivitas intervensi pemerintah. Pada Maret 2024, indeks kedalaman kemiskinan tercatat sebesar 1,02, turun dari 1,12 pada Maret 2023.
Sementara indeks keparahan kemiskinan menurun dari 0,20 menjadi 0,17. Penurunan ini menunjukkan bahwa kondisi ekonomi masyarakat miskin di Ponorogo mulai membaik, meski masih ada pekerjaan rumah untuk mendorong mereka keluar dari kemiskinan ekstrem.
"Penurunan ini adalah hasil kerja keras semua pihak, termasuk pemerintah daerah yang terus berupaya mendorong program pemberdayaan ekonomi masyarakat," ujar Evy.
Realitas di Balik Garis Kemiskinan
Meski secara statistik terjadi penurunan, realitas di lapangan masih menyisakan tantangan. Banyak warga miskin yang hidup dengan penghasilan pas-pasan, jauh dari kata layak.
Evy menekankan bahwa pengeluaran Rp21 ribu per hari per orang sering dianggap cukup untuk keluar dari kategori miskin. Namun,
"Angka ini hanyalah batas minimum, tidak sepenuhnya mencerminkan kebutuhan sebenarnya masyarakat," tegasnya.
Ia mengajak masyarakat untuk memahami bahwa kemiskinan bukan sekadar soal angka, tetapi juga soal akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan yang layak.
Upaya Pemerintah Melawan Kemiskinan
Pemerintah Kabupaten Ponorogo terus menggiatkan program-program pemberdayaan masyarakat, seperti pemberian bantuan langsung tunai (BLT), pelatihan keterampilan, bantuan modal usaha, dan akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu.
Harapannya, penurunan angka kemiskinan ini dapat menjadi momentum untuk mewujudkan Ponorogo yang lebih sejahtera.
"Kemiskinan adalah tanggung jawab bersama. Angka kemiskinan yang menurun ini harus kita kawal bersama agar kualitas hidup masyarakat benar-benar meningkat," tutup Evy.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang garis kemiskinan, masyarakat diharapkan semakin sadar akan pentingnya peran aktif mereka dalam mendorong pembangunan sosial dan ekonomi. Semoga penurunan kemiskinan ini menjadi awal dari perubahan yang lebih besar di Ponorogo.(Nang).
Posting Komentar