Akhir Drama Sekdes Beton: Istri Kades Mundur, Proses Pengisian Dilanjutkan

Setya Antari,
Camat Siman Ponorogo 

PONOROGO, SINYALPONOROGO
Setelah sempat memicu gejolak dan perdebatan panjang di tengah masyarakat, polemik pengisian perangkat desa Beton, Kecamatan Siman, akhirnya memasuki babak baru. 

Istri Kepala Desa Beton, Atik Nur Azizah, yang sebelumnya ngotot maju sebagai calon sekretaris desa (Sekdes), akhirnya mundur dari pencalonan setelah mendapat tekanan dari warga.

Keputusan itu menjadi angin segar bagi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Beton yang langsung menindaklanjuti dengan mengirim surat resmi ke pihak kecamatan. 

Isinya meminta agar tahapan pengisian perangkat desa bisa kembali dilanjutkan sesuai mekanisme yang berlaku.

Menanggapi hal itu, Camat Siman Setya Antari memastikan proses seleksi perangkat desa di Desa Beton akan kembali berjalan. Ia menyebut sudah menerima surat resmi dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Ponorogo sebagai dasar hukum pelaksanaan lanjutan tahapan seleksi.

“Nggih... tahapan akan dilanjutkan. Surat dari DPMD baru kemarin kita terima. Akan segera kita tindak lanjuti,” ujar Setya Antari saat dikonfirmasi Sinyal Ponorogo, Rabu (16/4).

Gejolak Sosial Mereda, Proses Administrasi Berlanjut

Langkah mundurnya Atik menjadi titik balik dari konflik sosial yang sempat memanas. Sebelumnya, warga mengultimatum Kepala Desa Beton, Totok Ismu, agar mencabut pencalonan istrinya atau memilih mundur dari jabatannya sebagai kades. 

Kepala desa awalnya bersikukuh mempertahankan hak istrinya untuk ikut seleksi, dengan dalih tidak ada aturan yang dilanggar secara hukum.

Namun, kuatnya tekanan warga melalui berbagai forum musyawarah akhirnya membuat sang kades melunak. 

Dalam pertemuan tingkat kecamatan yang melibatkan muspika, kades menyatakan bahwa istrinya tidak akan melanjutkan pencalonan.

Catatan Etika dan Pelajaran Demokrasi Desa

Polemik di Desa Beton menjadi contoh bagaimana dinamika demokrasi di tingkat desa tidak lepas dari persoalan etika, bukan hanya soal hukum. 

Meski secara aturan tidak ada larangan istri kepala desa mencalonkan diri sebagai perangkat, suara masyarakat yang menolak karena alasan moral dan potensi konflik kepentingan justru menjadi penentu arah kebijakan.

Kini, warga menanti agar tahapan berikutnya benar-benar dilaksanakan secara adil, terbuka, dan bebas dari praktik nepotisme. Harapannya, perangkat desa yang terpilih nanti benar-benar mampu melayani masyarakat, bukan sekadar bagian dari dinasti kekuasaan lokal.

Penulis : Nanang

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama

🌐 Dibaca :