Kuasa Hukum Soroti Validitas LPJ dan Dasar Perhitungan Kerugian Negara dalam Sidang Tipikor Surabaya

Suyatman, SH, MH bersama Sri Sunarini, SH kuasa hukum Ketiga terdakwa 

SURABAYA, SINYALPONOROGO
— Sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan tiga terdakwa, Taufik Pria Kurniawan, Arip Wibowo bin Hadi Suyitno, dan Fonny Agita Rizki bin Sugiri, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya kembali memanas. 

Kali ini, kuasa hukum para terdakwa yang dipimpin oleh Suyatman, SH, MH, dan Sri Sunarini, SH, menyoroti dasar perhitungan kerugian negara yang disusun oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dalam duplik yang disampaikan di hadapan majelis hakim, kuasa hukum mengungkap fakta mengejutkan bahwa dasar perhitungan kerugian negara yang digunakan BPKP bersumber dari Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) yang ternyata palsu. 

Hal tersebut bahkan diakui secara terbuka oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat perdebatan sengit dengan tim kuasa hukum.

"Benar, LPJ ini palsu, tidak perlu dibuktikan lagi," ujar JPU dalam persidangan yang disaksikan langsung oleh majelis hakim.

Pernyataan ini langsung memicu reaksi tajam dari tim kuasa hukum. Suyatman menilai bahwa pernyataan tersebut mencederai integritas persidangan.

"Jika jaksa sendiri mengakui bahwa LPJ yang dijadikan dasar perhitungan kerugian negara itu palsu, maka ini adalah bentuk penghinaan terhadap persidangan. Bagaimana mungkin sebuah laporan palsu dijadikan dasar untuk menuntut seseorang?" tegas Suyatman dalam dupliknya.

Keberatan Terhadap Ahli Fisik

Selain mempertanyakan validitas LPJ, kuasa hukum juga menyampaikan keberatan terkait pernyataan ahli fisik yang dihadirkan oleh JPU untuk memperkuat dakwaan. Menurut Suyatman, ahli fisik tidak memiliki kewenangan untuk menyatakan adanya kerugian keuangan negara.

"Yang berhak menyatakan adanya kerugian keuangan negara hanyalah BPK, BPKP, dan Inspektorat, bukan ahli fisik. Pernyataan ahli fisik terkait kerugian negara sudah keluar dari kewenangannya dan seharusnya tidak menjadi dasar dalam perkara ini," ujar Suyatman.

Kondisi Fisik Bangunan Masih Kokoh dan Bermanfaat

Kuasa hukum juga menekankan bahwa bangunan yang menjadi objek dalam perkara ini hingga saat ini masih berdiri kokoh, berfungsi dengan baik, dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Hal ini, menurut mereka, menjadi bukti nyata bahwa tuduhan terkait kerugian negara sangat lemah dan tidak berdasar.

"Jika bangunan itu benar merugikan negara, seharusnya hasilnya tidak bisa dinikmati oleh masyarakat. Faktanya, hingga saat ini bangunan tersebut masih berfungsi sebagaimana mestinya," tambah Sri Sunarini, SH.

Permohonan Pembebasan Terdakwa

Berdasarkan berbagai argumen yang disampaikan, tim kuasa hukum dengan tegas meminta kepada majelis hakim untuk membebaskan ketiga terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan. 

Mereka menilai bahwa dakwaan dan tuntutan JPU cacat sejak awal karena tidak didasarkan pada fakta hukum yang valid.

"Kami percaya bahwa Majelis Hakim akan memutus perkara ini dengan adil, bijaksana, dan berdasarkan fakta yang sebenarnya. Kami meminta agar hak-hak para terdakwa dipulihkan sepenuhnya," tutup Suyatman dalam dupliknya.

Sidang ini menyisakan banyak pertanyaan, terutama terkait akurasi dan validitas dasar perhitungan kerugian negara yang diajukan oleh JPU. 

Putusan majelis hakim dalam kasus ini akan menjadi ujian penting bagi transparansi dan keadilan dalam sistem peradilan tindak pidana korupsi di Indonesia.

Sidang lanjutan dengan agenda pembacaan putusan dijadwalkan akan digelar dalam waktu dekat. Publik pun menanti dengan penuh harap agar keadilan dapat ditegakkan dengan sebenar-benarnya.(Nang).

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama

🌐 Dibaca :