Dari Amin hingga Ipong, Sugiri Abadikan Nama Pemimpin di Gedung Ikonik

Sebentar lagi nama gedung terpadu akan berubah menjadi gedung H. Amin 

PONOROGO, SINYALPONOROGO
Tradisi politik baru sedang dibangun di Ponorogo. Di bawah kepemimpinan Bupati H. Sugiri Sancoko, warisan fisik para pemimpin terdahulu tak hanya dirawat, tapi juga dihargai secara simbolis. 

Sejumlah gedung besar yang dibangun dalam era kepemimpinan sebelumnya akan diabadikan dengan nama tokoh yang berjasa membangunnya.

Gedung Terpadu, salah satu pusat layanan administrasi terbesar di Ponorogo, akan berganti nama menjadi Gedung H. Amin, sebagai penghormatan terhadap Bupati H. Amin yang menjabat pada periode 2010–2015 dan menggagas pembangunan gedung tersebut.

Langkah serupa juga akan dilakukan terhadap Gedung Graha Krida Praja, bangunan delapan lantai yang jadi ikon baru birokrasi Ponorogo. Gedung ini dibangun di era Bupati H. Markum Singodimedjo, dan akan diberi nama Gedung H. Markum Singodimedjo.

“Ini bentuk penghormatan kita terhadap karya para pemimpin sebelumnya. Mereka sudah meletakkan fondasi pembangunan, dan kita harus terus menghargai itu,” ujar Sugiri usai menyerahkan bantuan alat kesehatan di halaman Gedung Terpadu, Rabu (7/5/2025).

Penghargaan ini, menurut Sugiri, bukan sekadar simbol, tapi cara agar masyarakat Ponorogo selalu mengingat bahwa kemajuan hari ini tak lepas dari kerja keras para pendahulu. Nama-nama mereka akan melekat pada bangunan, menjadi pengingat kolektif lintas generasi.

Ketika awak media menanyakan apakah Pasar Legi, yang dibangun di era Bupati Ipong Muchlissoni, juga akan diabadikan, Sugiri menjawab tegas, “Iya masuk. Karena itu juga bagian dari karya para pendahulu dan layak diapresiasi.”

Dengan demikian, Pasar Legi nantinya juga akan menyandang nama Pasar Legi H. Ipong Muchlissoni.

Namun, sebelum perubahan nama dilakukan, Pemkab akan terlebih dulu memperbaiki beberapa bagian gedung, khususnya Gedung Terpadu yang mengalami kerusakan pada atap. 

“Nanti sebelum dinamai Gedung H. Amin, kita minta bagian perbaikan untuk menangani dulu kerusakan-kerusakan itu,” tegasnya.

Langkah ini menuai banyak apresiasi dari berbagai kalangan. Beberapa tokoh masyarakat melihatnya sebagai terobosan yang patut dicontoh, karena menunjukkan kedewasaan politik dan penghargaan terhadap sejarah lokal.

“Biasanya pemimpin baru menghapus jejak lama, tapi ini justru sebaliknya. Ini patut kita apresiasi,” ujar Supriyadi, tokoh masyarakat dari Kecamatan Siman.

Dengan langkah ini, Sugiri seolah ingin menegaskan bahwa pembangunan bukan milik satu nama atau satu masa. Ia adalah estafet yang diwariskan dari satu pemimpin ke pemimpin berikutnya, dan penghargaan terhadap jejak pendahulu adalah bagian penting dari kematangan demokrasi lokal.

Penulis : Nanang

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama

🌐 Dibaca :