Wacana Wisata di Atas Sampah: TPA Mrican di Persimpangan

Marjono,
Plt. Kepala Dinas lingkungan Hidup Kabupaten Ponorogo 

PONOROGO, SINYALPONOROGO
  – Di balik aroma menyengat dan tumpukan sampah setinggi rumah, Pemerintah Kabupaten Ponorogo menyimpan rencana tak biasa: menjadikan TPA Mrican sebagai kawasan wisata edukasi lingkungan. 

Namun, rencana itu ibarat bunga yang tumbuh di atas beton retak—ambisi hadir di tengah kondisi tempat pembuangan akhir yang kian kritis dan mendekati batas fungsi.

Kamis, 15 Mei 2025, Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Ponorogo, Marjono, bersama Kepala UPTD TPA Mrican, Abri Susilo, turun langsung ke lokasi. 

Kunjungan ini sebagai persiapan menjelang inspeksi dari Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR pekan depan. Bukan tanpa alasan, TPA Mrican kini dalam status darurat.

"Namanya mau kedatangan tamu, kita berbenah mana yang bisa kita lakukan," kata Marjono saat ditemui di sela tinjauan lapangan.

TPA Mrican saat ini menerima sampah antara 70 hingga 90 ton setiap hari. Padahal, sejak dikerjasamakan dengan PT BES dan PT Resinergi pada Agustus 2024 lalu, pengolahan sampah baru mampu menjangkau 40 ton per hari. Sisanya kembali menggunung di tempat yang seharusnya sudah tak layak pakai.

"Sebenarnya mesin kita bisa lebih dari itu. Tapi jam operasional Resinergi masih satu shift, jam 7 pagi sampai 4 sore. Kita dorong segera naik jadi dua shift," ujarnya.

Marjono menyadari bahwa penanganan darurat saja tak cukup. Pemkab kini tengah mengajukan relokasi TPA ke lahan milik Perhutani yang juga berada di kawasan Mrican. Dokumen UPL/UKL telah dikirim ke Provinsi Jawa Timur, dan jika disetujui, akan dilanjutkan ke Kementerian Kehutanan untuk mengurus izin pemanfaatan lahan.

Namun sebelum relokasi bisa terealisasi, penataan di gunungan sampah lama tetap dilakukan untuk menghindari longsor dan ancaman keselamatan warga sekitar. 

Di tengah upaya itu, muncul wacana segar: menjadikan sebagian kawasan sebagai wisata edukasi berbasis lingkungan.

"Kalau ditata, bisa jadi tempat wisata. Wacana itu mulai kita pikirkan," ujar Marjono.

Gagasan itu memang terdengar visioner, tapi sekaligus kontras dengan realitas di lapangan. Bau menyengat, tumpukan sampah liar, serta aliran limbah yang rawan mencemari lahan sekitar masih jadi pemandangan sehari-hari.

Sementara itu, TPA Mrican tetap berdetak setiap hari—bukan sebagai simbol keberhasilan pengelolaan lingkungan, tapi sebagai pengingat bahwa krisis seringkali dibiarkan terlalu lama hingga menggunung.

Pemerintah boleh saja bermimpi soal relokasi dan wisata lingkungan. Namun sebelum semua itu terjadi, satu pekerjaan rumah yang mendesak harus dituntaskan: bagaimana menanggulangi sampah yang terus datang, hari demi hari.(Nang).

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama

🌐 Dibaca :